Siaran Pers Komnas Perempuan tentang Urgensi Pemenuhan Hak-Hak Korban Kekerasan Seksual dan Penguatan Kapasitas Pasukan Keamanan dan Aparat Penegak Hukum

todaySabtu, 4 November 2023
04
Nov-2023
229
0

Jakarta, 4 November 2023

Komnas Perempuan memfasilitasi pertemuan Jane Connor dariUnited Nation Office of the Victims Rights Advocate (OVRA) denganlembaga-lembaga Negara HAM (LNHAM) pada 4 November 2023 di Ruang PersahabatanKomnas Perempuan. Pertemuan tersebut bertujuan saling bertukar informasi danpengalaman terkait advokasi, pemajuan dan tantangan pemenuhan hak-hak perempuankorban kekerasan seksual di Indonesia serta peluang kerjasama ke depan antaraLNHAM dengan OVRA terkait penguatan kapasitas pasukan perdamaian Indonesiaserta pasukan keamanan di wilayah-wiayah perbatasan.

“Eksploitasi seksual juga terjadi di lembaga-lembaga dalampayung PBB oleh para personil termasuk para pasukan perdamaian, pekerjakemanusiaan dan bantuan pembangunan. Kerangka HAM internasional terkait pemenuhanhak-hak perempuan korban menjadi landasan kerja OVRA, meliputi aspek bantuanuntuk pemulihan medis, psiologis, perlindungan, dan bantuan hukum,” ungkap JaneConnor.

Ia menjelaskan bahwa terdapat hambatan-hambatan yangmembuat korban enggan melaporkan kasus eksploitasi seksual  yang dialaminya, yakni relasi kekuasaan yangtimpang antara pelaku sebagai staf PBB dan personil terkait lainnya dengankorban; korban tidak dipercaya; panjangnya prosedur yang harus dilalui korbandan hasil yang merugikan berupa reviktimisasi; tabu-tabu budaya, streotipeterhadap perempuan. Di sisi lain, lembaga layanan atau rujukan juga menunjukkankelambanan  dalam penanganan  dan kurang memahami kebuthan khusus korban,negara-negara memiliki sistem rujukan yang berbeda-beda; kekuatriran akanpembalasan oleh pelaku serta adanya amcaman atau intimidasi.

Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan, menyampaikan  masih terdapat sejumlah hambatan baiksubstansi hukum, struktur hukum maupun kultur hukum dalam pemenuhan hak-hakperempuan korban. Substansi hukum di antaranya belum tersediaperaturan-peraturan turunan terkait hak-hak korban sebagaimana UU PKDRT dan UUTPKS serta ketidakajekan substansi hukum yang justru berpotensi mengkriminalkanperempuan korban kekerasan dengan menggunakan UU ITE dan UU Pornografi.

Komnas Perempuan mencatat hambatan terkait struktur hukumdi antaranya masalah pembuktian kekerasan seksual yang dialami perempuan korbankekerasan seksual termasuk penyandang disabilitas intelektual dan mental,termasuk keidaktersediaan pendamping kebutuhan khusus. Di sisi lain, aparatpenegak hukum masih banyak yang belum memahami UU PKDRT dan mendorongpenyelesaian kasus secara adat atau kekeluargaan yang justru merugikanperempuan korban karena mengabaikan partisipasi korban dalam pengambilankeputusan dan tanpa pemulihan korban,” kata Andy.

Andy menuturkan upaya Komnas Perempuan mendorong negaraagar memperluas dan memperkuat SPPT-PKKTP untuk mencegah secondary trauma dan mempermudah penanganan kasus. 

Pemenuhan hak-hak anak korban kekerasan seksual menjadipokok paparan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).  Ketua KPAI, Ai Maryati Soliha menjelaskan hambatandalam pemenuhan hak-hak anak korban kekerasan seksual di antaranya terbatasnyajumlah Aparat penegak Hukum (APH) yang memiliki perspektif anak yangmengakibatkan penanganan  dihentikankarena dianggap kurang bukti, minimnya jumlah psikolog di luar Pulau Jawamengakibatkan kendala anak untuk visum psikiatrikum serta pemulihan psikisnya.Juga akses hak bagi anak korban kekerasaan yang mengalami kehamilan tidakdiinginkan seperti kontrasepsi atau aborsi, perlu diperkuat.  Anak yangberkonflik dengan hukum dalam kasus kekerasaan seksual belum menjadi perhatianserius, termasuk untuk rehabilitasinya. Padahal pemulihan bagi mereka menjadibagian dari pencegahan keberulangan kekerasaan di kemudian hari. 

KomisionerKomnas HAM, A.H. Semendawaimencatat hambatan yang dialami korban dalam pemenuhan hak-haknya, di antaranyaputusan peradilan yang tidak adil, kurangnyapemahaman APH dalam penanganan kasus kekerasan seksual, serta hambatan dalam mengakses keadilan.

Terkait korban penyandang disabilitas, Komnas HAM mencatat terbatasnyaakomodasi yang layak bagi korban penyandang disabilitas, minimnya pendampingankorban, penyelesaian kekerasan seksual melalui mekanisme sosial adat ataukekeluargaan yang disebut “keadilan restoratif”,”jelasnya.

Hambatan-hambatanserupa terkait pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual juga disampaikanoleh Komisi Nasional Disabilitas (KND), lembaga HAM yang baru terbentuk pada2022.

Daripercakapan dengan OVRA, empat lembaga nasional HAM yang hadir sama-samamenyoroti hambatan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas korban kekerasan.

LiviaIskandar selaku komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan tahun lalu  LPSK menerima pengaduan 30 korban penyandangdisablitas. Ada 16 korban yang dilanggar hak-haknya dan kebanyakan korban penyandangdisabilitas yang harus dilindungi tidak bersekolah. Sebanyak  764 orang terkait kasus kekerasan seksualberada dalam lindungan LPSK dari Januari-Juli 2023 dan umumnya anak-anak.

KomisionerLNHAM yang terlibat dalam pertemuan tersebut adalah Andy Yentriyani, Theresia Iswarinidan Rainy Hutabarat Komnas Perempuan dan juga Lilly Danes selaku SekretarisJendral Komnas Perempuan;  SyamsiahAhmad, anggota Komite CEDAW purnabakti dan juga komisioner purnabakti KomnasPerempuan; A.H Semendawai dan Anies Hidayah dari Komnas HAM, Ai Maryati Soliha,Sylvana Apituley, Dian Sasmita, dari KPAI, Livia Iskandar dari LPSK, dan KNDyang diwakili oleh dua orang staf. Lembaga lainnya yang turut hadir adalah UNFPA, UN Women, IOM, UNICEF, danKantor PBB di Indonesia dan beberapa badan pekerja LNHAM.  Pertemuan tersebut menyepakati perlunya kerjasamaantara OVRA dengan LNHAM untuk penguatan kapasitas aparat keamanan diperbatasan, pasukan keamanan Indonesia dan APH.

Narahubung: Elsa (0813-8937-1400)

 

 

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan