Pernyataan Sikap Komnas Perempuan tentang Rencana Sekolah Khusus Korban Kekerasan Seksual

todayKamis, 9 Januari 2025
09
Jan-2025
6
0

"Timbang Ulang Sekolah Khusus Korban KekerasanSeksual"

Jakarta, 08 Desember 2025

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)berpandangan bahwa hak atas pendidikan adalah hak konstitusional warga negarasebagaimana mandat Pasal 31 UUD 1945. Oleh karena itu, hak pendidikan adalahbagian integral dari hak korban, termasuk korban kekerasan seksual. Hakpendidikan juga merupakan bagian penting dalam proses pemulihan korban,terlebih bagi anak yang memiliki hak atas tumbuh kembang, bebas dari kekerasandan diskriminasi. Hak-hak tersebut dijamin dalam konstitusi dan peraturanperundang-undangan.

Komnas Perempuan menggarisbawahi bahwa upaya pemerintah untuk menyikapitantangan pemenuhan hak pendidikan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksualadalah tanggung jawab konstitusional atas pemenuhan hak asasi manusia. Pandanganini ditegaskan sebagai respons atas pernyataan Pemerintah melalui KementerianPendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terkait konsep sekolah khususkorban kekerasan seksual.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menyampaikan hal ini sebagai solusi alternatif keberlanjutan pendidikananak korban kekerasan seksual yang terancam putus sekolah. Kemendikdasmentengah mengkaji dua model sekolah khusus ini, pertama, sekolah khusus atau cottageschool sebagaimana yang dikembangkan di Amerika. Kedua, model boardingschool sebagaimana yang telah diterapkan di Indonesia.

Komnas Perempuan mengenali bahwa persebaran kasus kekerasan seksual padaanak terjadi hampir di seluruh Indonesia sehingga perlu mempertimbangkankecukupan sumber daya mengingat kebutuhan sumber daya yang besar agar dapatdiakses semua. Selain isu sumber daya, Komnas Perempuan juga menemukan masihkentalnya tantangan yang dihadapi perempuan anak korban kekerasan seksual dalammengakses pendidikan berkelanjutan. Tantangan ini bersifat internal maupuneksternal:

  1. Secara internal, korbanmenanggung beban dampak kekerasan seksual yang dialaminya, termasuk malu dangangguan psikologis yang dapat mengakibatkan dirinya mengurung diri, menarikdiri dari pergaulan, maupun dari aktivitas belajar.
  2. Secara eksternal, budayamenyalahkan korban dan stigma pada korban kekerasan seksual sering menjadikansekolah mengambil keputusan untuk membatasi akses pendidikan korban atau beradadalam kondisi yang tidak kondusif dalam menyikapi kehadiran korban.
  3. Pada konteks kebijakan,aturan pelaksana UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual(UU TPKS) juga belum semuanya disusun Pemerintah sehingga menjadi batusandungan tersendiri dalam implementasinya. Sedangkan pada konteks saranaprasarana, lembaga layanan yang dikelola Pemerintah dalam bentuk UPTD PPA jugabelum semuanya dibentuk terutama di wilayah kepulauan ataupun pada wilayah yangtidak memiliki kehendak politik cukup kuat dalam penghapusan kekerasan seksual.

Seluruh tantangan ini penting dipertimbangkan. Oleh karena itu KomnasPerempuan mengingatkan bahwa penyediaan sekolah khusus dapat berisikomenghalangi upaya pemulihan korban yang komprehensif. Di satu sisi, penyediaansekolah, sekilas dapat menjadi jawaban praktis pada tantangan tersebut di atas.  Di sisi lain, sekolah khusus dapatmengakibatkan korban terisolasi dan berdampak negatif bagi proses pemulihannya,memperpanjang stigma karena korban dapat dengan mudah diidentifikasi lewatstatus pelajar di sekolah khusus itu. Hal ini juga mempertimbangkan kebutuhansumber daya yang besar dalam penyediaan sekolah khusus, mengingat persebarangeografis asal korban yang beragam.

Atas pertimbangan-pertimbangan yang telah dipaparkan di atas, KomnasPerempuan menyampaikan dan merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Pihak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk melakukan kajianlebih utuh atas usulan penyediaan sekolah khusus bagi korban kekerasan seksual.Kajian perlu dilakukan dengan mengaplikasikan prinsip uji cermat tuntas danpelibatan multi aktor, terutama komunitas penyintas kekerasan seksual.
  2. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kementerian PemberdayaanPerempuan dan Perlindungan Anak memperkuat efektivitas pelaksanaan sekolahramah anak dengan pendekatan substantif untuk menciptakan ekosistem yangmemberikan pelindungan, pemenuhan dan penguatan hak-hak anak dalam kondisi apapun, dengan mengintensifkan program pemulihan bagi korban.
  3. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah meningkatkan akses pendidikan dan pemulihan bagi anak korban kekerasanseksual dengan mengintesifkan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Pendidikan danKebudayaan No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan KekerasanSeksual di Lingkungan Satuan Pendidikan.
  4. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mempercepatpenyusunan aturan pelaksana UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai basismemperkuat upaya korban mengakses keadilan dan pemulihan korban kekerasanseksual.
  5. Semua pihak turut mengupayakan penghapusan stigma dan diskriminasi padakorban kekerasan seksual. 

Narasumber:

  1. Andy Yentriyani
  2. Alimatul Qibtiyah
  3. Theresia Iswarini
  4. Siti Aminah Tardi

Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan