Siaran Pers
Tanggapan KomisiNasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Atas
Catatan-Catatan Kesimpulan Pengamatan Komite CEDAW Terhadap
Laporan CEDAW PemerintahRepublik Indonesia Siklus Ke VIII
Sahkan RUU TPKS, Revisi atau Hapus KebijakanDiskriminatif dan Integrasikan Konflik Sumber Daya Alam dalam RAN P3AKS
Komnas Perempuanmenyatakan dukungan terhadap Rekomendasi dalam Kesimpulan Pengamatan (ConcludingObservation) Komite CEDAW yang telah dikeluarkan setelah melakukan dialog konstruktifdengan Pemerintah Indonesia pada Oktober 2021. Secara umum ada beberapa rekomendasi berulang yang terus dimunculkan olehKomite dalam laporannya. Komnas Perempuan menyatakan dukungan kepada PemerintahRI untuk menjalankan seluruh rekomendasi Komite CEDAW dalam upaya penghapusankekerasan terhadap perempuan. Rekomendasi ini secara khusus diarahkan pada isu Kekerasan terhadap Perempuan,Peraturan dan Kebijakan Daerah yang Diskriminatif, Stereotipe Diskriminatif danPraktik Berbahaya serta Konflik yang telah didiskusikan Komnas Perempuan dalam kegiatan Sosialisasi,Tanggapan dan Tindak Lanjut tentang Kesimpulan-kesimpulan Pengamatan KomiteCEDAW pada 8 Desember 2021. Kegiatan ini diselenggarakan secara daring bersamaorganisasi-organisasi masyarakat sipil serta publik yang peduli.
Pada isu Kekerasan terhadap Perempuan, KomiteCEDAW antara lain merekomendasikan Pemerintah RI agar 1) terus melakukan upayamemperkuat perlindungan perempuan dari kekerasan terutama bagi mereka yang marjinal dan berada dalam situasi sulit khususnya konteks pandemi Covid-19; 2) melakukanpeninjauan terhadap definisi pemerkosaan dalam Rancangan Kitab UU Hukum Pidana(RKUHP), Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) danUU Pornografi; 3) mengupayakan agar RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual(TPKS) tidak ditunda lagi; 4) menyediakanakses dan layanan komprehensif termasuk akses untuk layanan aborsi aman bagikorban pemerkosaan dan mencakup semua wilayah baik pedesaan, kepulauan maupun daerah terpencil (termasuk Papua) terutama dalam pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana TerpaduPenanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (SPPT PKKTP); menyediakananggaran, tenaga terlatih dan infrastruktur memadai bagi shelter danrumah aman dan memastikan tersedianya upaya pemulihan komprehensif.
Tentang Peraturandan Kebijakan Daerah yang Diskriminatif, Komite CEDAW memberikanrekomendasi agar Pemerintah RI segera melakukan penanganan serius terhadapkebijakan diskriminatif yang menyebabkan perempuan dan kelompok dengankeragaman identitas gender makin rentan dan tidak terlindungi, dengan mencabutperaturan dan kebijakan daerah yang mengontrol seksualitas dan tubuh perempuandan kelompok dengan keragaman identitas gender secara langsung maupun tidaklangsung.
Pada isu Stereotipe Diskriminatif dan Praktik-Praktik Berbahaya, Komite CEDAW menekankan bahwa P2GP tidakdijustifikasi sebagai praktik agama melainkan merupakan bagian dari praktikyang membahayakan tubuh dan seksualitas (anak) perempuan. Oleh karena itu,edukasi publik bagi multi-pihak serta lini (orang tua, pendidik, agamawan,tenaga medis, bidan) tentang dampak buruk P2GP sepanjang hidup serta penghapusan stereotipe dan nilai patriarkisyang menjadi akar pahit P2GP sangat penting.
Komite CEDAW juga merekomendasikan agarPemerintah RI melarang aturan-aturan terkait dengan tes keperawanan danmenyelenggarakan program-program peningkatan penyadaran yang komprehensiftentang dampak negatif tes keperawanan bagi anggota-anggota Angkatan Laut danAngkatan Udara Indonesia dan menantang untuk mengubah nilai-nilai patriarkisdan stereotipe yang diskriminatif yang menjadi akar pahit praktik berbahayaini. Untuk hal ini, Komnas Perempuanmenyatakan apresiasi kepada Angkatan Darat yang telah menghapuskan teskeperawanan sebagaimana dinyatakan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) pada Agustus 2021.
Menyangkut isu Konflik, KomiteCEDAW memberikan rekomendasi kepada Pemerintah RI agar menghapuskanimpunitas dengan segera dan menyeluruh terhadap pelanggaran hak-hak perempuanyang dilakukan di daerah konflik, khususnya kekerasan seksual dan berbasisgender, dalam hal ini mencakup persoalan Aceh yang peraturan reparasinya belumbisa dilaksanakan. Juga mendorong pelaksanaan kebijakan pemulihan bagiperempuan korban pelanggaran HAM di Papua.
Secarakhusus, Komnas Perempuan mencatat bahwa Konflik Sumber Daya Alam (SDA), dapatberubah menjadi konflik sosial sehingga penting mengintegrasikan konflik SDAdalam RAN P3AKS, mempermudah perempuan adat memiliki kartu tanda penduduk untukkepemilikan tanah dan mengakses layanan pemerintah lainnya serta penguatankapasitas dan bantuan sosial. Juga penting melibatkan perempuan secara penuhdalam penanganan konflik dan mengintegrasikan pengalaman-pengalaman kekerasanterhadap perempuan dalam pemetaan dampak konflik SDA.
Komite mengapresiasi upaya-upaya negarapihak dalam membangun kerangka normatif untuk pengakuan dalam batasan tertentuhak-hak atas tanah Masyarakat Hukum Adat. Namun, Komite mencatat : (a) Faktabahwa hanya 9 Masyarakat Hukum Adat yang diakui negara pihak dan perempuan adatdan perempuan pedesaan secara tidak proporsional dipengaruhi proyek-proyekpembangunan termasuk eksploitasi sumber-sumber daya alam, deforestasi dan ekspansi agrikultur dan konflik tanahyang diakibatkannya; (b) bahwa UU No. 11 tentang Cipta Kerja mengurangipelindungan lingkungan dengan menghapus syarat-syarat perizinan lingkungan(analisa dampak lingkungan) yang mengancam akses perempuan adat pada tanah; (c)Ketiadaan informasi tentang integrasi perspektif gender dalam prosespengambilan keputusan dalamn proyek-proyek pembangunan dan terbatasnya partisipasi perempuan khususnya perempuan adatpedesaan dalam pengambilan keputusan; (d) Terbatasnya perempuan adat padakepemilikan tanah, air bersih dan sanitasi yang layak.
Perhatian Komite CEDAW terhadap Kerangka Kerja Konstitusionaldan Perundang-undangan, bahwa UU No. 23/2014 tentangPemerintah Daerah menyediakan mekanisme untuk meninjau semua undang-undang danrancangan undang-undang sejalan dengan kewajiban-kewajiban perundang-undangannasional dan instrumen HAM internasional yang relevan. Namun Komite tetappeduli tentang hal-hal berikut ini: (1) Berlarutnya penundaan pengesahan RUUKesetaraan dan Keadilan Gender dan berlanjutnya ketiadaan definisi diskriminasiterhadap perempuan dalam perundang-undangan negara pihak sebagaimana dinyatakandalam CEDAW butir 1; (2) Terdapat 421 peraturan dan kebijakan daerah yangmendiskriminasikan perempuan termasuk kewajiban berjilbab, (3). RUU KUHP yangmempidanakan hubungan seks di luar perkawinan, yang dapat berdampak terhadap minoritasseksual, pembatasan hak kesehatan seksual dan reproduksi dan memberi wewenangkepada pemerintah lokal untuk menetapkanundang-undang yang memuat hukum pidana terhadap perilaku seksual berdasarkan“hukum adat”.
Bertolak dari catatan-catatan Kesimpulan Pengamatan dari Komite CEDAW terhadapPemerintah RI tersebut, KomnasPerempuan merekomendasikan kepada:
1. Pemerintah RI memastikan Rekomendasi Komite CEDAW dapat dilaksanakan seluruhnya danmensosialisasikan seluruh rekomendasinya kepada para pemangku kepentingan di tingkat nasional dandaerah dan menjadi acuan kerja baik demi mempercepat pengarusutamaan gender dan penghapusanKekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
2. Pemerintah RI mempercepat pengesahan RUU TPKS,mendorong revisi RKUHP, dan beberapa kebijakan nasional dan daerah yangdiskriminatif dan tidak melindungi perempuan dan kelompok marginal.
3. Pemerintah RI menyediakan kode etik dansanksi non pidana bagi tenaga medis termasuk bidan yang melakukan tindakanPemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP) sebagai upaya preventif.
4. Panglima TNI agar menyegarakan kebijakanpenghapusan tes keperawanan juga terjadi di matra-matra lain di lingkungan TNI;
5. Pemerintah RI membuat laporan paruh semestertentang implementasi Kesimpulan Pengamatan Komite CEDAW dengan melibatkanpartisipasi organisasi-organisasi masyarakat sipil dan mensosialisasikannyakepada publik untuk mendapat masukan-masukan selanjutnya.
6. Kementerian/Lembaga Negara termasuk DPR wajibmembaca Kesimpulan Pengamatan Komite CEDAW dan saling berkoordinasi untukimplementasinya.
Narasumber
1. Rainy Maryke Hutabarat
2. Satyawanti Mashudi
3. Alimatul Qibtiyah
4. Theresia Iswarini
5. Mariana Amiruddin
Narahubung
Christina Yulita (yulita@komnasperempuan.go.id)