Siaran Pers Komnas Perempuan tentang Urgensi Perspektif Hak Asasi Perempuan dalam Pengujian Calon Aparatur Sipil Negara (12 Mei 2021)

todayRabu, 12 Mei 2021
12
Mei-2021
1.9K
0

Siaran Pers Komnas Perempuan tentang

UrgensiPerspektif Hak Asasi Perempuan dalam Pengujian Calon Aparatur Sipil Negara

Jakarta, 12 Mei 2021

 

 

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)mengingatkan pentingnya integrasi perspektif hak asasi perempuan di dalam semuamuatan dan proses tes untuk rekrutmen penyelenggara negara dan pemerintahan.Selain itu, pengujian ini juga perlu dilengkapi dengan mekanisme informasi danakuntabilitas pengujian yang dapat diakses dengan gampang oleh pesertauji.  Melalui langkah-langkah ini,polemik serupa terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk peralihan statuspegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN)dapat dicegah berulang kembali.

 

Proses pengalihan status kepegawaian di KPK didasarkan pada mandatUU  No. 19 Tahun 2019 tentang KPK, Peraturan Pemerintah No.  41 Tahun 2020 tentang Pengalihan StatusPegawai KPK menjadi ASN dan Peraturan KPK No. 1 Tahun 2021 tentang Tata CaraPengalihan Status Pegawai KPK menjadi ASN.  Pelaksanaannya difokuskan pada TWK yangdikoordinasi oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan melibatkan asesor darimulti instansi seperti Dinas Psikologi TNI AD, Badan Nasional PenanggulanganTerorisme (BNPT), BAIS dan Pusat Inteligen TNI AD. Dengan menggunakan multimetode, tes ini dimaksudkan untuk mengukur tiga aspek, yaitu integritas,netralitas ASN dan anti radikalisme. 

 

TWK di lingkungan KPK, khususnya pada bagian wawancara, telah menuaiprotes, terutama menyangkut sejumlah pertanyaan yang dipandang tidakbersangkut-paut dengan nilai-nilai kebangsaan dan kompentensi, melainkancenderung bermuatan pelecehan seksual dan diskriminasi berbasis gender lainnya.Protes ini disampaikan oleh lembaga masyarakat sipil maupun lembaga agama yangsekaligus menuntut negara, termasuk Komnas Perempuan, meninjau-ulang seluruhmateri dan proses uji tersebut.

 

Berkenaan dengan itu dan dalam kerangka pelaksanaan mandatnya sebagailembaga nasional HAM yang berfokus pada penghapusan segala bentuk kekerasanterhadap perempuan dan pemajuan hak-hak perempuan, Komnas Perempuan telahmenerima pengaduan dari perempuan korban peserta TWK dan melakukan dialogdaring dengan pimpinan BKN dan perwakilan tim penguji pada Selasa, 12 Mei 2021.Berdasarkan informasi yang diperoleh, Komnas Perempuan:

 

1. Mengapresiasi keberanian peserta uji untuk melaporkan pengalamannyaakibat memperoleh pertanyaan yang dirasakan melecehkan, mengintimidasi danbahkan memicu trauma. Pertanyaan yang dimaksud adalah terkait statusperkawinannya, alasan perceraian, pilihan cara berpakaian, gaya hidup,kehidupan seksual dan hal-hal bersifat pribadi lainnya. Pertanyaan tersebutdilontarkan dengan sikap yang intimidatif dan tidak peka pada dampak yangdirasakan korban (peserta uji). Ada pula yang melaporkan pelecehan dalam bentukkomentar dari penguji berupa ajakan untuk menikahi sebagai istri ke-2;

 

2. Mengidentifikasi adanya indikasi pertanyaan-pertanyaan tersebutmelanggar hak kebebasan beragama/berkeyakinan, kebebasan berekpresi/berpendapatdan hak bebas dari perlakuan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender,termasuk pelecehan seksual;

 

3. Mengenali bahwa pengalaman tersebut di atas terutama terjadi pada fasewawancara. Tes Wawasan Kebangsaan dilakukan melalui 3 tahap yaitu: (1) TesTertulis dengan menggunakan Indeks Moderasi Bernegara dan Integritas (IMB- 68) yang tersedia diTNI Angkatan Darat; (2) Profiling terhadap Pegawai KPK, dan (3)Wawancara yang didasarkan kepada hasil tes tertulis dan profiling.Penggunaan IMB 68 disebabkan  hingga  saat ini belum tersedia alat ukur yang lain;

 

4. Mengidentifikasi bahwa kondisi tersebut di atas dapat terjadi karenamuatan dan proses wawancara tidak dilengkapi dengan pedoman atau batasan daripertanyaan untuk memastikan pemenuhan hak konstitusional warga, utamanya untukbebas dari kekerasan dan diskriminasi berbasis gender. Padahal, pedoman inisangat penting karena pewawancara juga diberikan keleluasaan untuk berkreasiatau mengembangkan pertanyaan;

 

5. Mengidentifikasi bahwa meskipun ada sesi briefing untukmenyamakan perspektif pewawancara dalam menangkap kecenderungan peserta ujipada paham radikalisme, namun proses pembekalan belum mengintegrasikanperspektif HAM dan Hak Asasi Perempuan, termasuk tentang dampak yang berbedadari pertanyaan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Pewawancara jugatidak dilengkapi dengan ketrampilan mitigasi terhadap trauma yang mungkinditimbulkan oleh pertanyaan tersebut, misalnya terkait dengan statusperkawinan/perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga;

 

6. Mencatat bahwa tidak ada standar pelaksanaan wawancara, yang tercermindari perbedaan jumlah pewawancara dan pada prosedur wawancara sepertimemperkenalkan diri, informasi ruang lingkup wawancara, serta hak peserta untuktidak menjawab jika pertanyaan dianggap tidak relevan atau bersifat personal;

 

7. Mencatat bahwa peserta uji memiliki akses informasi yang tidak utuhterkait proses pelaksanaan dan penerapan hasil pengujian, sehingga menimbulkanrasa was-was pada status kepegawaian dan kemungkinan kehilangan matapencaharian;

 

8. Memahami adanya kekuatiran pada stigma sebagai pihak yang radikal atauyang tidak setia dan taat padaPancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NegaraKesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah setelah dinyatakan sebagai pihak yang tidak lolos TWK. Juga, pada dampaklanjutan dari stigma itu terhadap kehidupan diri dan keluarganya, termasukpotensi risiko khas gender yang akan dihadapi perempuan;

 

9. Mengapresiasi sikap konstruktif BKN untuk memperbaiki mekanisme danmuatan pengujian wawasan kebangsaan dengan mengintegrasikan perspektif HAM yangberkeadilan gender. Juga, untuk turut mendukung pemajuan kepemimpinan perempuandalam promosi jabatan di lingkungan kementerian/lembaga.

 

Komnas Perempuan mengingatkan pentingnya instrumen TWK, termasuk pedomanwawancara, yang berperspektif  hak-hakasasi perempuan. Hal ini terutama mengingat tanggung jawab negara pada jaminankonstitusional, khususnya UUD NRI 1945 Pasal 28G Ayat (1) mengenai hakperlindungan diri pribadi, kehormatan dan martabat serta hak atas rasa aman danPasal 28 I Ayat (2) mengenai hak bebas dari diskriminasi atas dasar apapun.  Selain itu, juga ada UU No.7 Tahun1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasiterhadap Perempuan (CEDAW) yang menjamin perempuan agar bebas dari segalabentuk diskriminasi dan penghapusan prasangka-prasangka terhadap perempuan,termasuk yang terkait dengan status perkawinan, perceraian, dan pilihanhidupnya, misalnya dalam menjalankan haknya atas kebebasanberagama/berkeyakinan.

 

 

Berdasarkan temuan tersebut di atas, Komnas Perempuan menyampaikanrekomendasi-rekomendasi sebagai berikut:

 

1. Badan Kepegawaian Negara (BKN)

- Menguatkan rumuskan materi, indikator penilaian dan proses TWK  untuk masyarakat sipil yang bersesuaiandengan prinsip-prinsip HAM dan hak asasi perempuan  sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945;

- Mengembangkan pedoman pewawancara di antaranya meliputi batasan-batasanpertanyaan yang dibenarkan maupun sikap pewawancara dan meningkatkan kapasitaspewawancara dengan perspektif gender dan korban, termasuk ketrampilan mitigasirisiko trauma ataupun pelukaan psikologis lainnya akibat pertanyaan yangdiajukan;

-  Mengembangkan langkah-langkahafirmasi untuk mendukung kepemimpinan perempuan dalam promosi jabatan hingga kejabatan tinggi di lingkungan Kementerian/Lembaga;

-  Berkoordinasi dengan KPK dalammengembangkan mekanisme penanganan keluhan terkait TWK yang dimaksud gunamenguatkan akuntabilitas pengujian. 

 

2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

- Mengembangkan  danmengimplementasikan mekanisme pengaduan dan penanganan keluhan terkait denganproses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN secara transparan dan akuntabel,dengan memberikan perhatian khusus pada kerentanan khas perempuan atas tindakdiskriminasi dan kekerasan berbasis gender;

- Menginformasikan hasil TWK di lingkungan KPK secara jelas danmenggunakan hasil TWK tersebut sebagai dasar rencana pembinaan terhadap pegawaiKPK dan bukan untuk pemutusan hubungan kerja;

- Mendukung upaya pemulihan bagi karyawan KPK, baik yang lolos  maupun tidak, yang mengalami kekerasan maupun berulangnya trauma akibat proseswawancara TWK.

 

3. Media dan masyarakat agar menghindari stigmatisasi sebagaiintoleran, radikal ataupun diragukan nasionalismenya terhadap mereka yang tidaklolos TWK.

 

 

Narasumber:

  1. Rainy Maryke Hutabarat
  2. Alimatul Qibtiyah
  3. Siti Aminah Tardi
  4. Dewi Kanti
  5. Andy Yentriyani

 

Narahubung

Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)


Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan