Siaran Pers Komnas Perempuan tentang RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Jakarta, 10 September 2021)

todayJumat, 10 September 2021
10
Sep-2021
10.8K
2

SiaranPers Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

TentangRUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual:

 

Kemajuan Yang HarusDidukung Penyempurnaannya

 

Jakarta, 10 September 2021

 

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)mengapresiasi langkah maju pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUUP-KS), yang ditandai dengan Rapat Pleno penyusunan RUU tersebut pada Senin, 30Agustus 2021. Sebagaimana dipresentasikan oleh tim Tenaga Ahli Baleg, naskahRUU itu kini bertajuk RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Komnas Perempuanmengapresiasi Pimpinan Panitia Kerja Badan Legislasi  (Panja Baleg) RUU P-KS yang telah memimpinpenyusunan RUU tersebut. Kemajuan langkah ini tentunya diharapkan dapat segeramenuju tahapan selanjutnya, yaitu penetapan RUU tentang kekerasan seksual inisebagai RUU Inisiatif DPR RI.

 

Komnas Perempuan juga mengapresiasi upaya Anggota DPR RI dalammengimplementasikan prinsip demokrasi di dalam perumusan RUU ini. Upaya iniditunjukkan dengan membuka Rapat Pleno agar dapat disaksikan langsung olehpublik. Juga, sebagaimana disampaikan di dalam Rapat Pleno, perumusan inimengutamakan dialog dan keterbukaan agar RUU mendapatkan masukan yang konstruktifdalam memastikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual baik dalamlingkup substansi, struktur, maupun kultur hukumnya.

 

Selain kemajuan dari aspek proses, Komnas Perempuan mencatat kemajuansubstantif maupun kebutuhan penyempurnaan draft RUU tersebut. Adapun kemajuansubstantif dalam draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual per 30 Agustus 2021a.l. sebagai berikut:

 

1.     Sistematika Pidana KhususInternal

Draf RUU per 30 Agustus 2021 disusun dalam sistematika UU pidana khususinternal. Hal ini menegaskan bahwa tindak pidana kekerasan seksual sebagaitindak pidana yang harus dijatuhi dengan ancaman pidana karena esensinyasebagai sebuah perbuatan yang melanggar hak asasi manusia dan menimbulkanpenderitaan pada korban. Perumusan ini juga diharapkan akan memudahkan aparaturpenegak hukum dalam mengidentifikasi unsur tindak pidana kekerasan seksual danancaman pidananya dalam pelaksanaannya.

 

2.     Judul Tindak Pidana KekerasanSeksual

Draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang dipresentasikan pada 30 Agustus2021 dirumuskan dengan judul “RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.” Rumusanjudul ini menunjukkan keselarasan dengan sistematika UU pidana khusus internaldalam keseluruhan bangunan RUU ini, sekaligus menegaskan bahwa “KekerasanSeksual” merupakan “Tindak Pidana” (criminal act, strafbaarfeit, delik,perbuatan pidana.). Pilihan pidana khusus internal tidak akan menghilangkanpencegahan dan perlindungan korban kekerasan seksual.

 

3.       Pemidanaan Sistem Dua Jalur (DoubleTrack Sistem) 

Walau masih memerlukan penajaman, RUU ini mengadopsi pemidanaan doubletrack system yaitu hakim dalam menjatuhkan putusan dapat menjatuhkan duajenis sanksi sekaligus, yaitu jenis sanksi pidana (pokok dan tambahan) dantindakan berupa rehabilitasi. Hal ini sesuai dengan sistem pemidanaan dalamRKUHP dan juga sekaligus mendorong terjadinya perubahan cara pandang danprilaku pelaku atas kekerasan seksual.

4.       Pembuktian Kekerasan Seksual

RUU Tindak PidanaKekerasan Seksual memberikan kekhususan dalam hukum acara pidana, khususnya sistempembuktian. Kekhususan tersebut adalah penambahan alat bukti dalam pemeriksaanperkara tindak pidana kekerasan seksual selain yang sudah diatur dalam KUHAP,dimana keterangan seorang korban sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwabersalah apabila disertai dengan satu alat bukti lainnya. Juga keterangankorban atau saksi anak, penyandang disabilitas fisik dan sensorik mempunyaikekuatan hukum yang sama dengan keterangan korban atau saksi lainnya. Sistempembuktian ini akan membantu korban untuk mengklaim keadilannya

 

5.       Hak atas Restitusi dan Pendampingan Korban dan Saksi

Pengaturan hak atas restitusi, dan pendampingan korban dan saksi menjadilangkah maju mengingat selama ini hak restitusi lebih kepada korban TindakPidana Perdagangan Orang dan anak sebagai korban kekerasan seksual.

 

Sementara dalam hal perlunya penyempurnaan substantif, Komnas Perempuanmencatat agar RUU yang sedang disusun oleh Baleg DPR RI ini dapat sepenuhnyamenjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dialami korban. Penyempurnaanyang dimaksud a.l. (i) Mengintegrasikan tindak pidana pemaksaan aborsi,pemaksaan pelacuran, pemaksaan perkawinan, dan perbudakan seksual dalam RUUTindak Pidana Kekerasan Seksual; (ii) Merumuskan kekerasan seksual berbasisgender siber (KSBGS); (iii) Menguatkan aturan tentang pencegahan denganmemetakan para pihak dan peran yang dimandatkan; (iv) Menegasan kembali perlindunganhak korban dalam bagian tersendiri; (v) Perumusan ketentuan delegatif UU kedalam peraturan pelaksanaannya dan (vi) Penegasan peran lembaga nasional hamdan lembaga independen lainnya terkait pelaksanaan RUU ini.

 

Hal lainnya yang juga menjadi perhatian Komnas Perempuan adalahtarik-menarik pengaturan perkosaan di dalam RUU P-KS. Lapisan hambatan yangdialami oleh perempuan korban perkosaan dalam mengakses keadilan dan pemulihanadalah bagian dari titik tolak gagasan RUU P-KS. Pengaturan tentang perkosaanyang sempit dan parsial di dalam KUHP dan sejumlah kelemahan dalam tata carapelaksanaan formal hukum pidana sebagaimana diatur di dalam KUHAP mencideraihak korban kekerasan seksual, khususnya perempuan korban perkosaan. Sementaratidak mendapatkan perlindungan, sebaliknya korban perkosaan kerap mengalamikerugian dan trauma berulang dalam proses memperjuangkan keadilan. Juga,perempuan korban perkosaan kerap berjuang sendiri untuk pemulihan, sekalipunpasca pemidanaan pelaku. Dengan memperhatikan kebutuhan inilah maka pengaturantentang perkosaan adalah integral di dalam ruh gagasan RUU P-KS ini. 

 

Berdasarkan uraian tersebut di atas, Komnas Perempuan menyampaikanrekomendasi kepada Baleg DPR RI sebagai berikut:

  1. Menyempurnakan sejumlah ketentuan dalam RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan mempertimbangkan daya kemanfaatan dan efektivitas rumusan norma berdasarkan pengalaman korban kekerasan seksual dan hambatan yang dialami untuk mengakses keadilan dan pemulihan.
  2. Melanjutkan membuka ruang aspirasi dari kelompok masyarakat yang selama ini bekerja langsung dengan penanganan korban kekerasan seksual, khususnya komunitas korban/penyintas, dan lembaga pendamping korban dan lembaga bantuan hukum.
  3. Mengintensifkan proses penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sampai dengan penetapan RUU sebagai RUU inisiatif DPR RI.

  

Komnas Perempuan juga menyampaikan terima kasih kepada para penyintas,keluarga korban, akademisi, dan lembaga layanan korban yang tanpa lelah terusmemperjuangkan payung hukum yang komprehensif untuk penghapusan kekerasanseksual. Kerja-kerja mendorong RUU ini harus terus dilakukan, di antaranyadengan memberikan masukan pengalaman korban dan mengawal proses legislasi dansubstansi RUU ini agar sesuai dengan kepentingan korban.

 

 

Narasumber

 

Siti Aminah Tardi

Mariana Amiruddin

Andy Yentriyani

 

Narahubung

ChrismantoPurba (chris@komnasperempuan.go.id)

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan