“Inovasi yang Inklusif untuk Pencegahan, Penanganan, dan Pemulihan Korban Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan”
Malang, 19 September 2024
Konferensi Internasional Pengetahuan dari Perempuan ke-4 bertajuk "Inovasi yang Inklusif untuk Pencegahan, Penanganan dan Pemulihan Korban Kekerasan berbasis Gender terhadap Perempuan" Telah diselenggarakan pada 17-19 September 2024 di Malang. Kegiatan yang diadakan atas kerjasama Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dengan Universitas Brawijaya, Forum Pengada Layanan (FPL) dan Universitas Indonesia ini telah memperdengarkan 57 paparan pengetahuan terkait inovasi dalam upaya penghapusan segala bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Adapun peserta panelis mencangkup unsur akademisi, Lembaga Negara, dan LSM/pendamping korban. Afirmasi panelis juga merepresentasikan 17 wilayah meliputi bagian Indonesia barat, tengah, dan timur. Lebih 450 orang berpartisipasi langsung di lokasi dalam rangkaian seminar, diskusi panel, penyampaian gagasan melalui open mic, dan ruang kolaborasi melalui lokakarya. Keseluruhan rangkaian kegiatan dilakukan secara hybrid untuk memperpendek jarak geografis sehingga lebih dapat diakses oleh banyak pihak di berbagai wilayah nusantara.
Tema Konferensi Pengetahuan dari Perempuan IV dipilih karena sepanjang 26 tahun berproses pasca reformasi bergulir, ada banyak perubahan dan kemajuan yang telah dihasilkan dari upaya memperjuangkan penghapusan segala bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Di saat bersamaan, kita berhadapan dengan jumlah dan kompleksitas kekerasan terhadap perempuan yang tumbuh secara eksponensial. Misalnya, Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2023 menunjukkan sekurangnya ada 409.975 kasus kekerasan terhadap perempuan; sebanyak 4.374 kasus dilaporkan langsung kepada Komnas Perempuan dimana 3.303 diantaranya adalah kasus kekerasan berbasis gender. Kekerasan di dalam rumah tangga masih mayoritas yang dilaporkan. Dalam aspek penanganan, kasus kekerasan seksual, termasuk yang terjadi di ruang digital, masih menghadapi kendala meski telah ada UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), utamanya dalam menemukenali unsur pidana dan dukungan pemulihan bagi korban.
Di dalam kesempatan Konferensi PdP IV ini, refleksi upaya intervensi dari setiap elemen diharapkan menjadi pemantik inovasi yang berkelanjutan. Kolaborasi dan sinergi adalah efek domino baik yang diharapkan pasca konferensi ini. Hal ini karena titik temu ini merupakan vaksin perjuangan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan yang menjadi penebal kekuatan dukungan di setiap elemen masyarakat.
Buah percakapan dari Konferensi PdP IV telah mengidentifikasi perkembangan inovasi dalam aspek pencegahan, penanganan dan pemulihan korban. Inovasi dilakukan di ruang-ruang di mana kekerasan dapat diidentifikasikan, seperti di lembaga pendidikan baik di pesantren maupun perguruan tinggi, di ruang keluarga, praktik budaya, dan juga ruang digital. Dalam aspek pencegahan, inovasi paling banyak ditemukan dalam bentuk penciptaan alat dan ruang memperkenalkan pengetahuan kritis dari pengalaman perempuan korban baik atas peristiwa kekerasan maupun kesulitan mengakses hak-haknya atas kebenaran, keadilan dan pemulihan. Refleksi pada aspek inovasi pencegahan menegaskan bahwa efektivitas pencegahan bertaut erat dengan upaya penanganan kasus dan pemulihan korban. Pada aspek penanganan kasus, inovasi teridentifikasi dalam mendekatkan korban pada layanan yang dibutuhkannya melalui organisasi maupun respons komunitas, pelibatan tokoh dan penggunaan media sosial. Pada aspek ini, tantangan-tantangan struktural dan kultural yang telah mengakar masih menjadi hambatan terbesar yang membutuhkan terobosan. Sementara pada aspek pemulihan, inovasi yang diperbincangkan termasuk pengembangan platform pengaduan, termasuk penyediaan kanal pengaduan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang ramah disabilitas, pendampingan psikologis, penguatan kapasitas korban, afirmasi memastikan pelibatan korban dalam pengambilan keputusan, dan memanfaatkan ruang budaya yang memungkinkan korban saling menguatkan.
Gagasan inovasi dan pembelajarannya dipertajam dengan mendialogkan unsur-unsur penguatan partisipasi inklusif dan ukuran efektivitas, serta memantik gagasan ke depan. Gagasan ini dirumuskan dalam sejumlah rekomendasi, di antaranya:
Lebih rinci rekomendasi yang diajukan pada masing-masing pemanggul tanggung jawab, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pihak legislatif, aparat penegak hukum, lembaga independen, universitas dan civitas akademika, praktisi, media massa, dan sektor privat akan menjadi tindak lanjut dari Konferensi ini. Secara khusus, rekomendasi-rekomendasi ini akan menjadi pertimbangan dalam penajaman rencana kerja Komnas Perempuan 2025-2029.
Narasumber:
1. Andy Yentriani (Ketua Komnas Perempuan)
2. Mia Siscawati (Akademisi Universitas Indonesia)
4. Maharani Pertiwi (Akademisi Universitas Brawijaya)
5. Novita Sari (Sekretaris Nasional Forum Pengada Layanan)
Narahubung :
Elsa Faturahmah (081389371400)