Siaran Pers Komnas Perempuan Tentang "Perkawinan Anak Merupakan Praktik Berbahaya (Harmful Practice) yang Menghambat Indonesia Emas 2045 (3 Agustus 2021)

todaySelasa, 3 Agustus 2021
03
Agt-2021
5.2K
0

Siaran Pers Komisi Nasional Anti Kekerasan TerhadapPerempuan Tentang

 

PerkawinanAnak Merupakan Praktik Berbahaya (HarmfulPractice) yang Menghambat Indonesia Emas 2045

 

                                                                                                                                        Jakarta,3 Agustus 2021

 

 

Komnas Perempuan mengingatkan bahwa salah satu mandatnegara pihak yang meratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasiterhadap perempuan (CEDAW) adalah penghapusan praktik-praktik berbahaya (harmful practices)bagi perempuan dan anak perempuan. Perkawinan anak (child marriage),pemaksaan perkawinan (forced marriage), pelukaan dan pemotongangenitalia perempuan (female genital mutilation), kekerasan mas kawin (dowryviolence) dan kekerasan atas nama kehormatan (honour killing) adalahcontoh praktik-praktik berbahaya.  PemerintahIndonesia telah menyatakan komitmennya untuk penghapusan perkawinan anak pada2030 sebagai bagian dari pencapaian SDGs. Penghapusan perkawinan anak akanberkontribusi terhadap pencapaian visi Indonesia Emas 2045 untuk berdaulat, maju, adil dan makmur.

 

Selamapandemi Covid -19 terjadi lonjakan perkawinan anak hampir tiga kali lipatdibandingkan tahun sebelumnya. Dispensasi perkawinan melonjak dari sekitar 23ribu menjadi 64 ribu di Pengadilan Agama pada tahun 2020 (Badilag, 2020).Selain itu, pandemi Covid-19 juga berkontribusi pada tingginya angka kehamilandi sejumlah wilayah di antaranya karena penutupan fasilitas kesehatan; terbataspelayanan perempuan dan anak; mengabaikan masa pemeriksaan karena takuttertular Covid-19 dan keterbatasan alat kontrasepsi. Kondisi sedemikianberpotensi meningkatkan angka perkawinan anak hingga 13 juta dalam periode2020-2030 (UNFPA & BKKBN, 2020). Anak perempuan lebih rentan daripada anak laki-laki dikarenakan 1 dari9 perempuan  berusia 20-24 menikah dibawah 18 tahun sedangkan  laki-laki 1dari 100 (BPF-UNICEF 2018).

 

Perkawinananak merupakan isu yang kompleks. Hal ini ditengarai disebabkan faktorkemiskinan, kurangnya akses pada pendidikan, ketidaksetaraan gender, konfliksosial, ketiadaan akses terhadap layanan dan informasi kesehatan reproduksiyang komprehensif, norma-norma sosial yang mengukuhkan stereotipe gendertertentu, seperti perempuan seharusnya menikah muda. Budaya perjodohan,interpretasi agama, dan praktik tradisi lokal turut melegitimasi perkawinananak  (UNFPA 2015).

 

KomnasPerempuan mencatat  6 (enam) bahayaperkawinan anak yang mengancam masa depan  Indonesia khususnya perempuan, yakni,   a)  Pendidikan:  anak perempuan yang kawin sebelum berusia18  tahun, 4  kali lebih rentan dalam  menyelesaikan pendidikan menengah/setara;b)  Ekonomi:  Kerugian ekonomi yang diakibatkan perkawinananak ditaksir  setidaknya 1,7% daripendapatan kotor negara (PDB) sebab kesempatan anak untuk berpartisipasi dalam bidang sosial dan ekonomiterhambat; c) Kekerasan dan Perceraian: Perempuan menikah pada usia anak lebih rentan mengalami kekerasan  dalam rumah tangga (KDRT) dan perceraian; d) AngkaKematian Ibu (AKI):  Komplikasi saatkehamilan dan melahirkan menjadi penyebab kematian kedua terbesar untuk anak perempuan berusia  15 - 19 tahun. Ibu muda yang melahirkan jugarentan mengalami kerusakan pada organ reproduksi; e) Angka Kematian Bayi(AKB):  Bayi yang lahir dari ibuberusia di bawah 20 tahun berpeluang meninggal sebelum usia 28 hari/1,5 kalilebih besar dibandingkan ibu berusia 20 - 30 tahun; f) Stunting:  1 dari 3 balita mengalami stunting.Perkawinan dan kelahiran pada usia anak meningkatkan risiko terjadinya stunting(Survei Nasional Sosial dan Ekonomi, United Nations Children’s Fund, danKidman, 2016). Dampak tersebut melanggar pemenuhan dan penikmatan hak-hak anakperempuan, baik yang dijamin dalam Konstitusi, Undang-Undang dan KonvensiInternasional. Konstitusi UUD 1945, Pasal 28B ayat 2, jelas menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh danberkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.Rekomendasi Umum CEDAW No. 31 dan Konvensi  Hak Anak No. 18 menyebutkan perkawinan anaksebagai pemaksaan perkawinan mengingat anak belum mampu memberikan persetujuansecara bebas. Oleh karena itu, perkawinan anak merupakan bentuk harmful practice.

 

Upayauntuk pendewasaan usia perkawinan bagi perempuan, dari 16 tahun (UU No. 1/1974)menjadi 19 tahun (UU No. 16/2019) telah dilakukan. Perkawinan hanya diizinkanapabila pria dan perempuan sudah mencapai umur 19 (sembilan belas). Pemerintahkhususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak juga telahmengeluarkan kebijakan memasukkan indikator perkawinan anak sebagai indikatorKota Layak Anak (KLA) dan Bappenas juga mengeluarkan Rencana Strategi Nasional(Renstra) Pencegahan Perkawinan anak (2020) yang diimplementasikan secarasinergis lintas Kementerian/Lembaga. Komnas Perempuan dan Jaringan MasyarakatSipil mengusulkan agar perkawinan anak sebagai salah satu bentuk pemaksaanperkawinan yang dilarang dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Hal ini untukmelengkapi pengaturan larangan perkawinan anak yang telah ada dalam peraturanperundang-undangan lainnya.

 

Mengingatbanyaknya bahaya perkawinan anak, Komnas Perempuan merekomendasikan sebagaiberikut:

1.    DPR RI segera menghasilkanNA dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan mengatur larangan perkawinananak sebagai bagian dari pemaksaan perkawinan;

2.   Memperkuat sinergi lintasK/L dalam mengimpementasikan Stranas Pencegahan Perkawinan Anak dan menjadikanPencegahan Perkawinan Anak sebagai indikator Pembangunan di semua tingkatanbaik di tingkat nasional, daerah hingga tingkat desa;

3.     Memastikan ada PeraturanDaerah Kabupaten (Perda) dan /atau Peraturan Walikota (Perwali) yang memastikandi setiap desa memiliki Peraturan Desa (Perdes) untuk Pencegahan PerkawinanAnak dan Rencana Aksi Desa tentang Pencegahan Perkawinan Anak (RAD PPA) disetiap desa khususnya daerah dengan prevalensi tinggi perkawinan anak; 

4.     Mendorong semua tokoh agamadan tokoh masyarakat untuk mensosialisasikan bahaya perkawinan anak;

5.     Mendorong media agar ikutmengkampanyekan ‘Stop Pernikahan Anak’.

 

 

Narasumber:

MariaUlfah Anshor

AlimatulQibtiyah

RainyHutabarat

SitiAminah Tardi

AndyYentriyani

 

Narahubung

ChrismantoPurba (chris@komnasperempuan.go.id)

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-12345
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan Build 2 (29.06.2025)