Siaran Pers Komnas Perempuan tentang
Penganiayaan,Ancaman Kekerasan dan Intimidasi terhadap Perempuan Pembela HAM PendampingKorban Kekerasan Seksual di Jombang
Jakarta, 12 Mei 2021
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)mendorong aparat kepolisian untuk memastikan perlindungan bagi perempuanpembela hak asasi manusia (PPHAM), termasuk pada pendamping korban kekerasanseksual. Termasuk didalamnya, terhadap NA, seorang PPHAM yang tergabung dalamFront Santri Melawan Kekerasan Seksual (FSMKS). Sebagaimana diadukan kepadaKomnas Perempuan oleh Jombang Women Crisis Center (WCC), NA mengalami tindakpenganiayaan, dan ancaman kekerasan pada 9 Mei 2021 berkaitan dengan kasuskekerasan seksual yang ia dampingi. Peristiwa ini menunjukkan rentannya parapendamping korban pada kondisi atas keselamatan diri dan keluarganya yangseharusnya memperoleh jaminanperlindungan dari negara. Juga, menunjukkan akibat penundaan berlarut terhadappenanganan kasus kekerasan seksual pada ketidakpastian hukum, impunitas pelakukekerasan seksual, dan risiko pelanggaran hukum yang berkelanjutan.
Berdasarkan pemantauan Komnas Perempuan pada kekerasan seksual denganpelaku pengurus organisasi keagamaan maupun pemimpin/tokoh agama, kondisihambatan dalam mengakses keadilan serupa ini kerap terjadi. Pertama, karenakultur patriarkis menempatkan perempuan pada posisi subordinat apalagi korbanmasih berusia anak, santriwati atau mahasiswi dan pelaku mengancam korban.Kedua, rape culture dalam masyarakatcenderung menyalahkan perempuan korban (reviktimisasi) sebagai penyebabkekerasan. Ketiga, posisi pelaku sebagai pengurus, guru, kyai, pendeta ataumemiliki relasi kekerabatan dengan tokoh/pemilik lembaga pendidikan keagamaanoleh masyarakat dipandang terhormat, menjadi panutan dan berpengaruh.
Komnas Perempuan memandang bahwa pendamping korban kasus kekerasanterhadap perempuan merupakan PerempuanPembela HAM. Perempuan Pembela HAM adalah perempuan dan pembela hak asasi manusia lainnya yang bekerja untukmembela hak-hak perempuan untuk memperoleh kesetaraan dan keadilan, termasukdengan melakukan pendampingan bagi perempuan korban kekerasan. Kerja-kerjaPPHAM berkesesuaian dengan hak konstitusional warga, sebagaimana diatur dalamPasal 28C Ayat 2 UUD NKRI 1945, untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkanhaknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.Perlindungan pada hak-hak asasi manusia yang dijamin di dalam Konstitusimerupakan tanggung jawab negara (Pasal 28I Ayat 24). Karena itu, kekerasan dandiskriminasi pada PPHAM merupakan pelanggaran atas hak konstitusional warga dantanggung jawab konstitusional negara sebab dilakukan terhadap PPHAM yangmenggunakan haknya untuk memperjuangkan hak perempuan, dalam kasus ini hak korbankekerasan seksual.
Perlindungan Perempuan Pembela HAM juga dijamin dalam berbagai peraturanperundang-undangan, yaitu: UU No 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi KonvensiPenghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, UU No. 39 tahun 1999tentang Hak Asasi Manusia. Pentingnya perlindungan terhadap Pembela HAM telahpula menjadi agenda internasional dengan disahkannya sejumlah kesepakataninternasional, a.l: Deklarasi PembelaHak Asasi Manusia (1998) dan Resolusi Majelis Umum PBB pada 18 Desember 2013(A/RES/68/181) tentang Pelindungan para Pembela HAM Perempuan. Juga, DeklarasiMarakesh (2018) yang memandatkan kepada negara-negara untuk terus mempromosikanHAM dan peran Perempuan Pembela HAM.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Komnas Perempuanmerekomendasikan:
1. Kepolisian Polsek Ploso untukmengusut tuntas kasus penganiayaan dan ancaman terhadap PPHAM(LP-B/15/V/RES.1.6/2021/RESKRIM/JOMBANG/SPKT) dan memastikan korban dankeluarganya mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan ancaman kekerasanlanjutan dan mencegah kriminalisasi pada PPHAM;
2. Polda Jawa Timur dan KejaksaanTinggi Jawa Timur untuk segera berkoordinasi untuk menuntaskan penyidikan kasuskekerasan seksual (Nomor LP/329/X/RES.1.24./2019/JATIM/RES.JOMBANG) agarkepastian hukum dan perlindungan terhadap korban atas keadilan, kebenaran danpemulihan terpenuhi;
3. Kementerian Agama danKementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA) untuk mengembangkan programuntuk memastikan lingkungan Pendidikan pesantren aman dari kekerasan seksual;
4. Pemimpin dan pemuka agama dan masyarakat di Provinsi Jawa Timuragar mendorong penggunaan mekanisme hukum dan mencegah tindakan-tindakankekerasan atau main hakim sendiri, dan mempercayakan kedua kasus tersebutdiselesaikan oleh aparat penegak hukum;
5. DPR RI segera membahas dan mengesahkanRUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang di dalamnya menjamin hak-hak korban danpendamping korban kekerasan seksual untuk mendapatkan perlindungan dariberbagai bentuk kekerasan dandiskriminasi;
6. Komnas HAM, KPAI, LPSK dan ORIserta pihak-pihak relevan lainnya untuk memperkuat upaya memberikan dukungandan perlindungan atas kerja-kerja PPHAM, termasuk pendamping korban kekerasan seksual.
Narasumber:
1. Andy Yentriyani
2. Siti Aminah Tardi
3. Theresia Iswarini
4. Rainy Hutabarat
Narahubung
Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)