SiaranPers Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Tentang Hari DemokrasiInternasional, 15 September
Kepemimpinan Perempuan Sebagai Wujud Demokrasi Yang Substantif
Jakarta, 16 September 2021
Demokrasi yang ditopang internet dan teknologi digital pada abad 21 saatini ikut membawa perubahan besar bagi keterlibatan perempuan dalam prosespolitik, pengambilan kebijakan serta partispasi substansial lainnya dalamkehidupan sosial. Kehadiran perempuan bukan lagi sebagai pelengkap penyerta danmenyuarakan agenda politik perempuan semata namun juga mendorong pencapaiandemokrasi yang substantif pada pemenuhan hak-hak warga negara, termasukdiantaranya kesetaraan dan keadilan.
Keterwakilan dan partisipasi perempuan di lembaga perwakilan rakyat maupunlembaga publik untuk pengambilan keputusan politik dan perumusan kebijakanpublik menjadi hal yang mutlak dilakukan. Ini dimaksudkan agar budaya dansistem politik yang maskulin dan patriarkis dapat berubah menjadi “ramahperempuan” yang lebih terbuka dan akomodatif terhadap kepentingan dan kebutuhanperempuan. Keterwakilan perempuan tidak sekadar memenuhi angka afirmasi 30%,namun memastikan kebijakan publik yang dihasilkan memenuhi hak asasi perempuan,sebagaimana telah dijamin dalam konstitusi negara dan sejumlah peraturan danperundangan lainnya seperti ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan SegalaBentuk Diskriminasi terhadap Perempuan melalui UU Nomor 7 Tahun 1984, UU Nomor39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Inpres No. 9 Tahun 2000 tentangPembangunan Pengarusutamaan Gender serta PERPRES No. 59 Tahun 2017 tentangPelaksanaan dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), representasi perempuan pada lembagalegislatif mencatat 118 perempuan anggota DPR RI dari 575 kursi (20,52%) dan 42perempuan anggota DPD RI dari 136 kursi (30,88%). Telah terjadi kemajuanketerwakilan perempuan yang sebelumnya tidak terjadi yaitu Ketua DPR RI danWakil Ketua MPR RI periode 2019-2024 adalah perempuan pertama di jajaranpimpinan legislatif. Sedangkan di tataran eksekutif, terjadi peningkatan jumlahmenteri perempuan, terdapat 5 menteri perempuan yang menduduki pos-posstrategis yang sebelumnya didominasi laki-laki. Di pemerintahan daerah terdapatsejumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah perempuan, yakni 1 gubernur, 3wakil gubernur, 14 bupati/walikota dan 17 wakil bupati/wakil walikota.Sedangkan untuk proporsi perempuan pada jabatan eselon 1 hanya 17,83% & eselon 2, 20,44%.
Sekalipun kepemimpinan perempuan sudah terlihat peningkatannya di lembagalegislatif dan eksekutif, namun tidak pada lembaga yudikatif. Hakim perempuansebagai hakim agung hanya 3.76% dan merupakan hakim anggota, tidak padatingkatan pimpinan, meskipun pada periode 2004-2008 pernah ada hakim perempuansebagai Wakil Ketua MA. Pada Mahkamah Konstitusi hanya ada 1 perempuan dari 7hakim konstitusi. Kepemimpinan perempuan pada lembaga yudikatif adalah pentinguntuk memastikan tersedianya kebijakan hukum yang berperspektif gender sehinggapengawasan terhadap pelanggaran hak-hak konstitusional perempuan sebagaikelompok yang rentan menjadi korban kekerasan di ranah personal, publik dannegara dapat berjalan dengan baik.
Sebagaimana lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, pada lembaganonstruktural, afirmasi 30% keterwakilan perempuan juga belum sepenuhnyaterakomodir. Sistem rekrutmen yang mencakup kepanitiaan dan tahapan seleksibelum secara jelas menjamin keterwakilan perempuan. Keanggotaan OmbudsmanRepublik Indonesia (ORI) periode 2021-2026 tanpa kehadiran perempuan, berbedadari periode sebelumnya 2016-2021 terdapat 2 anggota perempuan.
Pada Hari Demokrasi Internasional, 15 September 2021, Komnas Perempuanmengingatkan kembali pentingnya partisipasi, keterwakilan dan kepemimpinperempuan di lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif dan lembaga publiklainnya sebagai wujud demokrasi substantif. Komnas Perempuan mengingatkan berbagai tantangan yang masih dihadapiperempuan Indonesia, yang mengakibatkan ketertinggalan. Catatan Tahunan(CATAHU) Komnas Perempuan 2021, merekam pengaduan langsung kasus kekerasan terhadap perempuan, yaitu sebanyak2.389 kasus dibandingkan tahun sebelumnya yakni 1.419 kasus, atau terjadipeningkatan pengaduan 970 kasus (40%) di tahun 2020. Ranah kekerasan terbanyak tahun 2020 yang diadukan langsungke Komnas Perempuan adalah ranah personal (KDRT) sebanyak 1.404 kasus (65%),ranah publik/komunitas 706 kasus (3%) dan negara 24 kasus (1%). Telah tercatatjuga meningkatnya diskriminasi perempuan atas nama agama dan moralitas, dankriminalisasi terhadap PPHAM. Juga mengacu pada Indeks Demokrasi Indonesia(IDI) tahun 2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan kualitas demokrasi Indonesia. SkorIDI 73,66 yang dibangun oleh tiga aspek, yaitu kebebasan sipil, hak-hak politikdan kelembagaan politik relatif menurun dari tahun 2019 yaitu 74,92. Padaindikator persentase perempuan pengurus partai politik 98,62% turun dari 99,07% di tahun 2019, namun pada indikatorpersentase perempuan terpilih terhadap total anggota DPRD Propinsi 59,31% naikdari 58,63% di tahun 2019.
Komnas Perempuan mendorong hadirnya kepemimpinan perempuan di lembagaeksekutif, legislatif, yudikatif dan lembaga publik baik di pusat maupun daerahyang dapat berkontribusi secara signifikan bagi terwujudnya kebijakanberperspektif gender, inklusif dan komprehensif kendati tantangan strukturaldan kultural masih harus dihadapi.
Dalam rangka Hari Demokrasi Internasional, Komnas Perempuanmerekomendasikan:
1. DPR dan Partai Politik agar lebihberkomitmen dalam mewujudkan kepemimpinan perempuan dalam segala tingkatanmelalui pengkaderan terstruktur dan sistematis;
2. Pemerintah RI: (a) lebihbersungguh-sungguh dalam memberi akses yang seluas-luasnya bagi kepemimpinanperempuan (b) menghapus aturan-aturanyang menghambat partisipasi politik perempuan di semua bidang dan yangmendiskriminasikan perempuan (c) konsisten dalam memberikan kebijakan afirmasiketerlibatan perempuan di lembaga pemerintahan maupun lembaga publik, termasukdalam setiap tahapan proses seleksi maupun kepesertaan dalam panitia seleksi;(d) menjamin perlindungan bagi perempuan pembela HAM;
3. Kementrian Dalam Negeri agar memastikandan memantau pemenuhan kuota 30 persen perempuan dalam setiap lembagapengambilan keputusan mulai dari tingkat daerah hingga pusat.
Narasumber:
Olivia Chadidjah Salampessy
Tiasri Wiandani
Veryanto Sitohang
Rainy Hutabarat
Mariana Amiruddin
Narahubung
ChrismantoPurba (chris@komnasperempuan.go.id)