Siaran Pers Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Penyikapan Terhadap Penetapan GA sebagai Tersangka Tindak PidanaPornografi dan Pemberitaannya
“FokuskanProses Hukum pada Pendistribusian dan Hentikan Reviktimisasi Korban melaluiPenerapan UU Pornografi”
Jakarta, 30 Desember 2020
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)menyesalkan penetapan GA dan MYD sebagai Tersangka karena keduanya adalahkorban dari Kekerasan Siber Berbasis Gender (KSBG). Juga, pemberitaan mediamassa maupun media sosial yang telah menghakimi kehidupan pribadi GA. Penetapanini terkait beredarnya sebuah videointim pada November 2020 dan menjadi perhatian publik khususnya warganet hingga penghujung Desember 2020.Pada 29 Desember 2020, Polda Metro Jaya telah menetapkan GA dan MYD dengansangkaan melanggar Pasal 4 ayat 1 jo Pasal 29 atau Pasal 8 Undang-Undang Nomor44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa UU Pornografi sudah bermasalah sejakawal pembentukannya. Pembahasan UU ini telah menimbulkan polemik dan protesyang keras dari berbagai kalangan. Kritik terhadap UU Pornografi di antaranyayaitu: Pertama, berpotensi mengurangi hak atas rasa aman terutama akibatperumusan hukum yang condong melakukan kriminalisasi warga dengan penghakimanmoralitas. Kedua, berpotensi menghadirkan ketidakpastian hukum danmengurangi jaminan perlindungan hukum akibat perumusan frasa-frasa dalam UU Pornografi yang bersifatmultitafsir. Ketiga, berpotensi mengkriminalkan korban kekerasan seksualakibat ketidakmampuan UU Pornografi dalam melihat perempuan sebagai korbankekerasan berbasis gender, termasuk dalam konteks industri pornografi. Persoalan-persoalantersebut telah disampaikan Komnas Perempuan, termasuk ketika menjadi pihakterkait dalam uji materi UU Pornografi ke Mahkamah Konstitusi (Perkara No.10/PUU-VII/2009, No.17/PUU-VII/2009,dan No.23/PUU-VII/2009).
Potensi berkurangnya hak atas rasa aman dan perlindungan hukum, dansebaliknya mengalami kriminalisasi, menjadi nyata ketika UU Pornografidigunakan untuk menjerat perempuan yang sebetulnya dalam posisi dikecualikan didalam UU Pornografi, yaitu:
Sejak penerapan UU Pornografi, Komnas Perempuan telah menerima pengaduankasus kriminalisasi yang dialami oleh perempuan yang semestinya dikecualikandari pemidanaan, termasuk (1) Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan(2) Korban KSBG berbentuk penyebaran konten intim non konsensual. Dalam kasusterkait TPPO, salah satunya adalah korban dari tindak suaminya yang merekam,menyebarkan dan memperjualbelikan video hubungan seksual korban. Korbankemudian dipidana penjara selama 3 tahun dan denda 1 milyar, karena dinilai melanggarpasal 8 jo. pasal 34 UU Pornografi. Sementara itu, sejak Januari hingga awalOktober 2020, Komnas Perempuan telah menerima 659 kasus KSBG di antaranyaancaman dan penyebaran konten intim. Pola kedua inilah yang menimpa GA (dan MYD).Dalam kasus GA dan MYD, keduanya melakukan hubungan seksual dan merekamnyatidak untuk ditujukan kepentingan penyebarluasan ke publik.
Merujuk kepada pengaturan dalam UU Pornografi, Komnas Perempuanberpendapat bahwa GA dan MYD semestinya tidak dapat dikenakan ketentuan pemidanaan, melainkanpengecualiannya. Dalam kasus ini, fokus aparat penegak hukum (APH) semestinyadiberikan pada persoalan pendistribusian muatan tersebut. Kepolisian perlumenyegerakan proses hukum pada pihak yang menyebarkan video tersebut yangmenyebabkan konten pribadi dapat diakses oleh publik dan sebaliknya memberikanperlindungan hukum bagi pihak-pihak yang dirugikan akibat penyebarluasaninformasi privacy-nya. Langkah iniberkontribusi membangun budaya hukum yang lebih berkeadilan dan juga mengurangidistraksi pada berbagai persoalan mendesak yang membutuhkan atensi intensifdari APH dan publik.
Langkah ini juga berkesesuaian dengan upaya mewujudkan tanggungjawabkonstitusional negara, terutama pada Pasal 28D UUD NRI 1945 yang menjamin hakatas perlindungan dan kepastian hukum yang adil, dan Pasal 28G ayat (1) yangmenjamin hak atas perlindungan diripribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawahkekuasaannya, dan atas rasa aman danperlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatuyang merupakan hak asasi. ?Jaminan hak ini jugaditegaskan dalam Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999tentang Hak-hak Asasi Manusia mengenai atas hak rasa aman, tentram sertaperlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuatsesuatu. Juga, pada UU No. 12 tahun 2005 yang mengesahkan Kovenan PBB tentangHak Sipil dan Politik dimana pada Pasal 9 ayat (1) Kovenan tersebut menyatakanbahwa setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Serta, UU No. 7Tahun 1984 yang mengesahkan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasiterhadap Perempuan, khususnya pada Pasal 2 mengenai tanggung jawab negara padaperlindungan hukum bagi perempuan.
Komnas Perempuan juga mengingatkan bahwa dalam kasus-kasus yang terkait moralitas, terdapat dampak yangberbeda terhadap laki-laki dan perempuan. Dampak yang dialami oleh perempuanlebih besar dan mendalam daripada yang dialami laki-laki. Hal ini terkaitdengan konstruksi masyarakat tentang posisi perempuan sebagai simbol moralitaspublik. Penghakiman, hujatan atau stigma akan lebih tertuju kepada pihakperempuan. Hal ini juga tampak pada model pemberitaan yang memuat penyebutannama lengkap GA, namun menggunakan inisial untuk laki-laki, dan yangmengaitkannya dengan peran GA sebagai ibu. Situasi ini menghalangi perempuandapat mengakses dukungan di dalam proses hukum dan perlu menjadi perhatiankhusus dalam pemulihan korban.
Sehubungan dengan hal ini, Komnas Perempuan merekomendasikan sebagai berikut:
a. Menggunakan inisial untuk para tersangka baik laki-laki maupun perempuan,
b. Tidak mengaitkan dengan perannya sebagai ibu atau istri, dengan demikianmenghindari dampak negatif terhadap tumbuh kembang anak GA,
c. Memusatkan perhatian pada kasus-kasus urgen yang membutuhkan atensipublik seperti penanganan pandemi Covid19, korupsi, perbaikan sistem hukum, danlain-lain;
Narasumber:
Siti Aminah Tardi
Rainy Hutabarat
Andy Yentriyani
Theresia Iswarini
Narahubung
Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)