Siaran Pers Komnas Perempuan Penyikapan Terhadap Penetapan GA sebagai Tersangka Tindak Pidana Pornografi dan Pemberitaannya (30 Desember 2020)

todayJumat, 5 Februari 2021
05
Feb-2021
2.1K
0

Siaran Pers Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Penyikapan Terhadap Penetapan GA sebagai Tersangka Tindak PidanaPornografi dan Pemberitaannya

“FokuskanProses Hukum pada Pendistribusian dan Hentikan Reviktimisasi Korban melaluiPenerapan UU Pornografi”

Jakarta, 30 Desember 2020

 

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)menyesalkan penetapan GA dan MYD sebagai Tersangka karena keduanya adalahkorban dari Kekerasan Siber Berbasis Gender (KSBG). Juga, pemberitaan mediamassa maupun media sosial yang telah menghakimi kehidupan pribadi GA. Penetapanini terkait beredarnya sebuah  videointim pada November 2020 dan menjadi perhatian publik khususnya warganet hingga penghujung Desember 2020.Pada 29 Desember 2020, Polda Metro Jaya telah menetapkan GA dan MYD dengansangkaan melanggar Pasal 4 ayat 1 jo Pasal 29 atau Pasal 8 Undang-Undang Nomor44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

 

Komnas Perempuan mengingatkan bahwa UU Pornografi sudah bermasalah sejakawal pembentukannya. Pembahasan UU ini telah menimbulkan polemik dan protesyang keras dari berbagai kalangan. Kritik terhadap UU Pornografi di antaranyayaitu: Pertama, berpotensi mengurangi hak atas rasa aman terutama akibatperumusan hukum yang condong melakukan kriminalisasi warga dengan penghakimanmoralitas. Kedua, berpotensi menghadirkan ketidakpastian hukum danmengurangi jaminan perlindungan hukum akibat perumusan frasa-frasa dalam UU Pornografi yang bersifatmultitafsir. Ketiga, berpotensi mengkriminalkan korban kekerasan seksualakibat ketidakmampuan UU Pornografi dalam melihat perempuan sebagai korbankekerasan berbasis gender, termasuk dalam konteks industri pornografi. Persoalan-persoalantersebut telah disampaikan Komnas Perempuan, termasuk ketika menjadi pihakterkait dalam uji materi UU Pornografi ke Mahkamah Konstitusi (Perkara No.10/PUU-VII/2009, No.17/PUU-VII/2009,dan No.23/PUU-VII/2009).

 

Potensi berkurangnya hak atas rasa aman dan perlindungan hukum, dansebaliknya mengalami kriminalisasi, menjadi nyata ketika UU Pornografidigunakan untuk menjerat perempuan yang sebetulnya dalam posisi dikecualikan didalam UU Pornografi, yaitu:

  1. Pasal 4 Ayat 1 yang  menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: a. persenggamaan…” di mana dalam penjelasannya secara tegas dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan "membuat" adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.
  2. Pasal 6 yang menyatakan “Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi..” Penjelasan pasal ini menyatakan bahwa "memiliki atau menyimpan" tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.
  3. Pasal 8 yang menyatakan “Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi”. Yang dalam penjelasannya ketentuan ini dimaksudkan bahwa jika pelaku dipaksa dengan ancaman atau diancam atau di bawah kekuasaan atau tekanan orang lain, dibujuk atau ditipu daya, atau dibohongi oleh orang lain, pelaku tidak dipidana.

 

Sejak penerapan UU Pornografi, Komnas Perempuan telah menerima pengaduankasus kriminalisasi yang dialami oleh perempuan yang semestinya dikecualikandari pemidanaan, termasuk (1) Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan(2) Korban KSBG berbentuk penyebaran konten intim non konsensual. Dalam kasusterkait TPPO, salah satunya adalah korban dari tindak suaminya yang merekam,menyebarkan dan memperjualbelikan video hubungan seksual korban. Korbankemudian dipidana penjara selama 3 tahun dan denda 1 milyar, karena dinilai melanggarpasal 8 jo. pasal 34 UU Pornografi. Sementara itu, sejak Januari hingga awalOktober 2020, Komnas Perempuan telah menerima 659 kasus KSBG di antaranyaancaman dan penyebaran konten intim. Pola kedua inilah yang menimpa GA (dan MYD).Dalam kasus GA dan MYD, keduanya melakukan hubungan seksual dan merekamnyatidak untuk ditujukan kepentingan penyebarluasan ke publik.

 

Merujuk kepada pengaturan dalam UU Pornografi, Komnas Perempuanberpendapat bahwa GA dan MYD semestinya tidak dapat dikenakan  ketentuan pemidanaan, melainkanpengecualiannya. Dalam kasus ini, fokus aparat penegak hukum (APH) semestinyadiberikan pada persoalan pendistribusian muatan tersebut. Kepolisian perlumenyegerakan proses hukum pada pihak yang menyebarkan video tersebut yangmenyebabkan konten pribadi dapat diakses oleh publik dan sebaliknya memberikanperlindungan hukum bagi pihak-pihak yang dirugikan akibat penyebarluasaninformasi privacy-nya. Langkah iniberkontribusi membangun budaya hukum yang lebih berkeadilan dan juga mengurangidistraksi pada berbagai persoalan mendesak yang membutuhkan atensi intensifdari APH dan publik.

 

Langkah ini juga berkesesuaian dengan upaya mewujudkan tanggungjawabkonstitusional negara, terutama pada Pasal 28D UUD NRI 1945 yang menjamin hakatas perlindungan dan kepastian hukum yang adil, dan Pasal 28G ayat (1) yangmenjamin hak atas perlindungan diripribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawahkekuasaannya, dan atas rasa aman danperlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatuyang merupakan hak asasi. ?Jaminan hak ini jugaditegaskan dalam Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999tentang Hak-hak Asasi Manusia mengenai atas hak rasa aman, tentram sertaperlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuatsesuatu. Juga, pada UU No. 12 tahun 2005 yang mengesahkan Kovenan PBB tentangHak Sipil dan Politik dimana pada Pasal 9 ayat (1) Kovenan tersebut menyatakanbahwa setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Serta, UU No. 7Tahun 1984 yang mengesahkan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasiterhadap Perempuan, khususnya pada Pasal 2 mengenai tanggung jawab negara padaperlindungan hukum bagi perempuan.

 

Komnas Perempuan juga mengingatkan bahwa dalam kasus-kasus yang  terkait moralitas, terdapat dampak yangberbeda terhadap laki-laki dan perempuan. Dampak yang dialami oleh perempuanlebih besar dan mendalam daripada yang dialami laki-laki. Hal ini terkaitdengan konstruksi masyarakat tentang posisi perempuan sebagai simbol moralitaspublik. Penghakiman, hujatan atau stigma akan lebih tertuju kepada pihakperempuan. Hal ini juga tampak pada model pemberitaan yang memuat penyebutannama lengkap GA, namun menggunakan inisial untuk laki-laki, dan yangmengaitkannya dengan peran GA sebagai ibu. Situasi ini menghalangi perempuandapat mengakses dukungan di dalam proses hukum dan perlu menjadi perhatiankhusus dalam pemulihan korban.

 

Sehubungan dengan hal ini, Komnas Perempuan merekomendasikan sebagai berikut:

  1. Kepolisian Republik Indonesia untuk:
    1. Memfokuskan dan menyegerakan penanganan penyebaran video bermuatan intim ini pada proses hukum dari pihak yang melakukan penyebarannya,
    2. Menghentikan penyidikan pada pihak yang dirugikan atas penyebarluasan muatan intim yang dimaksudkan untuk diri sendiri dan kepentingan sendiri, yang sesuai dengan ketentuan hukum bukanlah merupakan tindak pidana,
    3. Mengembangkan kebijakan dan program penguatan kapasitas dalam penanganan kasus perempuan berhadapan dengan hukum agar peka pada persoalan kekerasan berbasis gender, terutama dalam perkembangan kekerasan seksual di ranah siber sehingga dapat memberikan perlindungan hukum pada pihak yang mengalami pelanggaran hak privasinya;  
  2. DPR RI agar merevisi UU No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi untuk memutus keberulangan kriminalisasi dan atau reviktimisasi korban dan menguatkan tanggung jawab negara atas pemulihan korban;
  3. Media massa agar menghindari bias gender dalam penyajian berita dan tidak menjadikan kasus berdimensi seksualitas untuk menaikkan jumlah pengunjung, dengan cara a.l.:

a.       Menggunakan inisial untuk para tersangka baik laki-laki maupun perempuan,

b.      Tidak mengaitkan dengan perannya sebagai ibu atau istri, dengan demikianmenghindari dampak negatif terhadap tumbuh kembang anak GA,

c.       Memusatkan perhatian pada kasus-kasus urgen yang membutuhkan atensipublik seperti penanganan pandemi Covid19, korupsi, perbaikan sistem hukum, danlain-lain;

  1. Warganet agar menghentikan penyebaran konten intim dan lebih selektif  dalam membagikan postingan-postingan media sosial untuk menghindari reviktimisasi korban.

 

 

 

Narasumber:

Siti Aminah Tardi

Rainy  Hutabarat

Andy Yentriyani

Theresia Iswarini

 

 

Narahubung

Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)

 

 

 

 

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan