PentingnyaMendorong Kepemimpinan Hakim Perempuan dan Evaluasi atas Implementasi PERMA3/2017
Jakarta,2 Maret 2022
Hari Kehakiman Nasional pada 1 Maret setiap tahun diperingati agar publik terus mengawal dan hakim menjalankantugas-tugasnya sebagai aparat penegak hukum seadil-adilnya, independen, dan berintegritas dalam mengambilputusan. Keputusan hakim berdampak seumur hidup terhadap warga yang berhadapandengan hukum terlebih perempuan korban kekerasan.
Dalam peringatan Hari Kehakiman 2022 ini, Komnas Perempuan mengapresiasilangkah maju yang telah dicapai di lingkungan Mahkamah Agung (MA) dalammemenuhi hak atas keadilan warga termasuk perempuan dan perempuan penyandangdisabilitas. Komnas Perempuan memandang penting penguatan kapasitas dan kepemimpinanhakim perempuan, pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Menangani PerkaraPerempuan Berhadapan dengan Hukum(Perma PBH) dan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan. Hal iniselaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terutama Tujuan 5 dan 16tentang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan serta Perdamaian, Keadilan danKelembagaan yang Tangguh, yangmenyatakan pentingnya menjamin partisipasi penuh dan efektifperempuan serta peluang setara dalam kepemimpinan di seluruh tingkatanpengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi dan publik.
Data Badan Pusat Statistik(BPS) menunjukkan bahwa profesi hakim masih didominasi oleh laki-laki. Tercatatkenaikan jumlah hakim perempuan dari 26,6% (2019) menjadi 28,27% (2020[1]). Meskidemikian, peningkatan jumlah ini masih sangat kecil dan belum mencapa 30%keterwakilannya. Di Mahkamah Agung, terdapat 6 hakim perempuan dari 51 hakim agung.[2]
Komnas Perempuan mencatat, hakimperempuan mengalami berbagai hambatan dan tantangan salah satunya adalah minimnya promosi dan aspek politik dalam proses pemilihan hakimagung. Di sisi lain, ketika perempuan berhasil meraih profesi hakim, belumbanyak hakim perempuan yang menempati posisi strategissebagai pemimpin. Padahal hakim perempuan berperan pentingdalam pembangunan hukum nasional dan kelembagaan kehakiman yang tangguh[3] – termasuk mendorong adanya PeraturanMahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman MengadiliPerkara Perempuan Berhadapan denganHukum sebagai salah satu terobosan hukum yang berperspektif gender dan mengimplementasikanperspektif disabilitas dalam peradilan.
Hasil kajian Komnas Perempuan bersama IndonesiaJudicial Research Society (IJRS) dan Masyarakat PemantauPeradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FH UI) (2020) di Kepulauan Riau, DKIJakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, dan Maluku, menemukan bahwa faktor gender hakim menjadi salah satu hal yang mempengaruhipenerapan PERMA 3/2017. Praktik baik dan dorongan dari atasan adalah faktorpendukung sehingga representasi dan kepemimpinan perempuan di pengadilanmenjadi sangat relevan dalam penerapan PERMA 3/2017.
Lebih jauh, pelaksanaan PERMA No. 3 Tahun 2017juga mengalami berbagai hambatan. Dari hasil studi di 5 wilayah, KomnasPerempuan menemukan bahwa a) masih minim sosialisasi peraturan ini sehinggamasih ditemukan hakim yang melontarkan pertanyaan yang seksis; b) minimnya pemahaman mengenaihak perempuan berhadapan dengan hukum (PBH) atas pemulihan, termasuk hak korbanuntuk mendapatkan restitusi dari pelaku dalam sistem peradilan pidana; c) terbatasnyaketersediaan anggaran dan prasarana; d) terbatasnya ketersediaan psikolog, pendamping terutama bagi PBH penyandangdisabilitas; e) kurangnya koordinasi dalam tata kelola proses peradilan pidana.
Memperingati HariKehakiman Nasional 2022 ini pula, Komnas Perempuan merekomendasikan agarMahkamah Agung RI dan lembaga terkait lainnya memastikan jumlah hakim perempuandan kepemimpinan hakim perempuan meningkat. Hal ini dapat diwujudkan denganberbagai upaya di antaranya: a)mempromosikan profesi hakimkepada pelajar perempuan; b)memperluas cakupan beasiswabagi calon hakim perempuan; c)menemukenali dan menghapus hambatan-hambatanperempuan dalam mencapai posisi sebagai pemimpin atau pengambil keputusantermasuk hambatan struktural dan kultural; d) mendorong akselarasijumlah hakim perempuan dan kepemimpinan hakim perempuan secara sistemik melaluiperencanaan dan penganggaran yang proporsional untuk keterwakilan minimal 30%hakim perempuan di seluruh Pengadilan Negeri; e) mempromosikan hakim perempuanpada jabatan strategis sehingga dapat menjadi role model bagi perempuanlainnya.
Dalam halpenerapan PERMA 3/2017 dan PP No. 39/2020 tentang Akomodasi yang Layak bagiPenyandang Disabilitas dalam Peradilan, Komnas Perempuan merekomendasikan kepada MahkamahAgung RI agar:
a. Melakukan sosialisasi PERMANo. 3 Tahun 2017 PP No. 39/2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi PenyandangDisabilitas dalam Peradilan dan menerapkan sistem pengawasan pelaksanaan secara berjenjang.
b. Menyusun program peningkatankapasitas untuk para hakim muda, calon hakim, hakim anak dan para hakim lainnyaterkait keadilan gender dalam proses peradilan, mulai dari pemeriksaanpersidangan hingga putusan.
c. Memastikan perspektif keadilangender juga masuk ke dalam seluruh materi atau kurikulum penguatan kapasitaspara hakim;
d. Melakukan monitoring dan evaluasisecara berkala terhadap pelaksanaanPERMA No. 3 Tahun 2017 PP No. 39/2020 tentang Akomodasi yang Layak bagiPenyandang Disabilitas dalam Peradilan.
e. Melakukan kerjasama dan mendorong sinergi antaraMahkamah Agung dengan Komnas Perempuan, Kementerian PPA, Kementerian PPN(Bappenas), dan lembaga-lembaga terkait lainnya.
Narasumber:
Siti Aminah Tardi
Rainy M Hutabarat
Theresia Iswarini
Narahubung: 0813-8937-1400
[1]https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/12/19/proporsi-hakim-perempuan-naik-menjadi-2827-pada-2020
[2]https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/registry-news/1886-tambah-7-orang-kini-hakim-agung-berjumlah-51
[3]https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/2905/ketua-ma-hakim-perempuan-indonesia-memiliki-peran-penting-dalam-pembangunan-hukum-nasional