Siaran Pers Komnas Perempuan Merespons Putusan DKPP RI tentang Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu di KPU Kabupaten Manggarai Barat

todaySenin, 3 Juni 2024
03
Jun-2024
6
0

"Pentingnya PerbaikanAturan, Sanksi Tegas pada Pelaku dan Jaminan Hak Korban"

 

Jakarta, 4 Juni 2024

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadapPerempuan (Komnas Perempuan) mendorong Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu(DKPP) RI untuk menguatkan upayanya dalam memastikan pemenuhan hak korban ataskeadilan, pelindungan dan pemulihan. Upaya ini termasuk dengan menjatuhkansanksi yang tegas pada pelaku atas perkara tindak kekerasan seksual yang telahdiperiksa dan dibuktikan di dalam persidangannya. Juga, dengan menguatkanlarangan tindak kekerasan seksual dalam tata kerja penyelenggara Pemilihan Umum(Pemilu). Hal ini disampaikan Komnas Perempuan dalam menyikapi sanksi berupaperingatan keras dan pemberhentian dari jabatan ketua terhadap Krispianus BhedaSomerpes dari jabatan sebagai ketua KPU Manggarai Barat, 28 Mei 2024, melaluikeputusan no. 5-PKE-DKPP/I/2024.

“Pemberian sanksi yang tegas akan menguatkanproses pemulihan korban, meneguhkan keberanian korban-korban lain pada peristiwa serupa untukmelaporkan kasusnya, dan juga menjadi pencegah kekerasan seksual berulang,”ungkap Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan.

Sanksi tegas yang dimaksudadalah pemberhentian tetap. Penyikapan tegas DKPP ini terutama pentingmengingat pelaporan kasus kekerasan seksual masih merupakan fenomena gunung es,yang sebenarnya lebih banyak yang tidak dilaporkan atau diadukan.

“Kita perlumengapresiasi dan mendukung korban yang telah berani bersuara dengan meresponoptimal bagi kepentingan korban,” ujarnya.

Kasus di Manggarai Barat adalah satu dari tigakasus kekerasan seksual terhadap perempuan terkait penyelenggaraan Pemilu 2024yang dilaporkan ke Komnas Perempuan. Setelah menerima pengaduan dari korban,Komnas Perempuan merujuk korban ke lembaga pendamping,  yaitu oleh LRC KJHAM dan LBH APIK NTT. Dengandukungan tersebut, korban kemudian mengadukan kekerasan seksual yang dialaminyakepada DKPP sebagai tindak pelanggaran prinsip integritas. Komnas Perempuanjuga hadir sebagai pihak terkait untuk menjelaskan kebenaran pengaduan danproses pendampingan yang dilakukan lembaga penyedia layanan.

Menjelaskan pentingnya sanksi tegas padapelaku, Komisioner Siti Aminah Tardi mengingatkan bahwa Undang-Undang No. 12tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menitikberatkan pada relasikuasa antara pelaku dan korban dalam menilai kekerasan seksual, dan karenanya,memberikan pemberatan pidana bagi pelaku kekerasan seksual ketika ia adalahpenyelenggara negara. Dalam kasus ini, relasi kuasa sangat kuat dimanapelakunya adalah Ketua KPU dan korbannya adalah staff sekretariat yangseharusnya mendapatkan pelindungan dari KPU dan DKPP untuk mendapatkanlingkungan kerja yang aman dari kekerasan seksual.  

“Pejabat penyelenggara pemilu harus menjadicontoh, baik bagi masyarakat umum, rekan kerja maupun bawahan, juga sebagaibagian untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang berintegritas,” ujarnya.

Selain sanksi tegas, DewiKanti selaku Komisioner Komnas Perempuan mengungkapkan perlu ada perbaikan padaaturan tata kerja penyelenggara Pemilu karena aturan saat ini justru melemahkankomitmen institusi pada penghapusan kekerasan seksual dan perkawinan tidakdicatatkan.

Sampai dengan Peraturan Komisi Pemilihan UmumRepublik Indonesia (PKPU) Nomor 21 Tahun 2020 terdapat aturan eksplisit untuk mewajibkansemua penyelenggara Pemilu, termasuk anggota KPU, KPU Provinsi, KPUKabupaten/Kota untuk menjaga sikap dan tindakan agar tidak merendahkanintegritas pribadi dengan menjauhkan diri dari di antaranya perselingkuhan,tindak kekerasan, dan tindakan kekerasan seksual, serta dari kawin siri. PKPUNo. 4 Tahun 2021 menghapus aturan eksplisit tersebut dengan menyebutkannyahanya sebagai “perbuatan tercela, dilarang, atau bertentangan dengan ketentuanperaturan perundang-undangan dan norma yang berlaku di masyarakat”, meskimemperluas larangan kawin siri dan tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan.Pengaturan tersebut kemudian dihapus melalui PKPU No. 5 Tahun 2022 dan  No. 12 Tahun 2023, yang ditandatangani olehHasyim Asy’ari, ketua KPU saat ini.

Dari data DKPP diketahuibahwapada periode 2017 – 2022, sebanyak 25 kasus kekerasan seksual telah disidangkanoleh DKPP, dan 23 di antaranya diputuskan dengan penghentian tetap. Kekerasan seksualpada situasi ini dapat dikategorikan sebagai kekerasan dalam pemilihan umum (violence against women in election)yang hadir dalam banyak bentuk, mulai dari kekerasan fisik, seksual,pembatasan hak dan gerak perempuan dalam politik, hingga pemecatan kandidatperempuan. Para perempuan yang berpotensi menjadi sasaran kekerasan seksualadalah politisi dan kandidat perempuan dalam pemilu, perempuan yang mendukungatau juru kampanye kandidat tertentu dalam Pemilu, Perempuan Pembela HAM, perempuan tenagaadministrasi dalam pelaksanaan Pemilu, jurnalis perempuan yang meliput pelaksanaanPemilu dan perempuan yang tengah menjabat sebagai Pejabat Publik.

Mengingat kekhasanpengalaman kekerasan seksual, tata cara pemeriksaan DKPP juga perlu disinkronisasi denganUU TPKS. Untuk itu, Majelis DKPP perlu memastikan dalam memeriksa Saksidan/atau Korban menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, danmartabatnya tanpa intimidasi, tidak menjustifikasi kesalahan, cara hidup, dankesusilaan, termasuk pengalaman seksual dengan pertanyaan yang bersifatmenjerat atau yang tidak berhubungan dengan kasus yang dilaporkan.

“DKPP juga perlu mengupayakan penyediaanfasilitas dan pelindungan yang dibutuhkan agar saksi atau korban dapatmemberikan kesaksian secara bebas, dan tidak menimbulkan trauma berulang. Tidakkalah penting putusan atau penetapan wajib merahasiakan identitas saksidan/atau korban dan mempertimbangkan pemulihan korban dalam putusannya,” ujar Dewi Kanti.

Berkaitan dengan usulan-usulan tersebut diatas, ketua Komnas Perempuan menyampaikan bahwa Komnas Perempuan akanmelanjutkan dialog dengan institusi-institusi terkait penyelenggaraan pemilu.

“Saat ini kami sedang dalam proses merampungkannota kesepahaman dengan Bawaslu. Salah satu aspek kerjasama adalah dalampencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan,khususnya kekerasan seksual. Komnas perempuan juga akan memantau kasus-kasusyang sedang berproses, termasuk pengaduan dugaan kekerasan seksual oleh ketuaKPU,” pungkas Andy Yentriyani. 

 

Narahubung: Elsa Faturahmah(081389371400)

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan