Siaran Pers Komnas Perempuan Hari Internasional Menentang Pelukaan dan Pemotongan Genital Perempuan (P2GP) (6 Februari 2021)

todaySenin, 8 Februari 2021
08
Feb-2021
3K
1

SiaranPers Komnas Perempuan

HariInternasional Menentang

Pelukaandan Pemotongan Genital Perempuan (P2GP)

 

Jakarta,6 Februari 2021

 

 

Urgensi Perspektif HAM?dengan Perhatian Khusus  pada Pencegahan dan PenghapusanPraktik Pelukaan dan Pemotongan Genital Perempuan (P2GP) diIndonesia

 

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (KomnasPerempuan) sebagaiLembaga Nasional HAM Perempuan mendorong integrasi perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) yang inklusif daninterseksionaldalam kebijakan Kesehatan reproduksi, dengan perhatian khusus pada Kebijakan ZeroTolerance terhadap Praktik Pelukaan dan Pemotongan Genital Perempuan(P2GP).  Tanpa perhatian khusus tersebut,  perempuan dan anak perempuan akan terus menjadi korbankekerasan,   kerentanan berlanjut  dan traumapsikologis yang berkepanjangan akibatpraktik P2GP.


KomnasPerempuan sudah melakukan tiga kali kajian terkait  P2GP, pertama dalam kerangka penelitianbentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan berbasis budaya (2012); kedua, penelitian terkait HakKesehatan Reproduksi dan Seksual, dan ketiga, fokus pada sejarah,pemahaman, pengetahuan, sikap dan praktik-praktik P2GP di 10 Provinsi, 17kabupaten/kota di Indonesia (2017), yang berkerjasama dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas GadjahMada dan UNFPA . Bertolak dari ketiga kajiantersebut, KomnasPerempuan menemukan adanya   P2GP  merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaranhak asasi perempuan yang  membahayakan kesehatan perempuan. P2GP umumnya dijalankan pada usia anak sehingga  pertimbangan  dan keikutsertaan pribadi dalampraktik tersebut tidak pernah diperhitungkan yang pada akhirnya  melanggar hak anak perempuan.


Penelitiankuantitatif Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada di 10 Provinsi, 17 kabupaten/kota di Indonesia (2017)menemukan bahwa para tenaga kesehatan yang menjadi responden kajian menyatakanbahwa dampak P2GP bervariasi. Misalnya dari sisi kesehatan (reproduksi), P2GPberdampak pada adanya pendarahan (53%), menurunnya dorongan seksual (52%),potensi kematian (18%) dan kemandulan (2%).  Lebih Lanjut, Penelitian kualitatif Komnas Perempuan (2017) menemukanbahwa balita dan anak perempuan mengalami trauma berkepanjangan akibatmengalami P2GP.  Bahkan, secara ekonomi, ritual P2GP yang terjadi di beberapawilayah, juga menyumbang pada tambahan pengeluaran biaya rumah tangga. Bagi perempuan kepalakeluarga, tambahan biaya tersebut potensial menyumbang pada kemiskinan berwajahperempuan (feminisasi kemiskinan). Di Banten sebagai contoh, biaya ritual P2GPyang sederhana menghabiskan biaya sebesar 10 juta rupiah. Sementara tidak dapat dipungkiri besarnyaperayaan terkait erat dengan status sosial keluarga di masyarakat, yangmendorong alokasi dana tersendiri bagi praktik P2GP, yangsebenarnya tidak perlu dilakukan.  UNICEF mencatat sepanjang 2020,sekurangnya 200 juta anak perempuan dan perempuan berusia 15-49 tahun dari 31negara mengalami pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan. Dari aspekKesehatan perempuan, para pakar medis mendapati tak ada manfaat kesehatan apa pun dari praktik P2GP di seluruhdunia.  Mengikuti Deklarasi Wina (2012), Hasi analisiskajian Komnas Perempuan menyatakan bahwa kematian akibat P2GP ini memilikipotensi  dalam kategori  femisida.

Praktik P2GP sendiri mengalami durabilitas pengetahuan  yang diturunkan darigenerasi ke generasi sehingga berakar kuat dalam  tradisi, agama atau kepercayaan lainnya yangdiyakini demi  memuliakan namun padapraktiknya merupakan bentuk domestifikasi perempuan. Kajianterhadap  P2GP di seluruh duniamenyimpulkan sekurangnya 3 tujuan yakni, (1) sebagai bagian dari pengelolaan perkawinan yang didasarkanpada norma-norma (bias) yakni keperawanan, purifikasi, pengendalian seksualsebagaimana dianut masyarakatnya. (2) Penanda kelas atau komunitas sekaliguskomitmen hidup kepada kaumnya  termasukpenerimaan poligami laki-laki. (3) Siklus hidup dari anak-anak menjadi wargadewasa komunitasnya. Tujuan-tujuan tersebut juga dibarengi keyakinan bahwapraktik tersebut membawa kebaikan  bagimartabat dan kesehatan perempuan.

DiIndonesia, praktik dengan mendasarkan pada ajaran Islam, di antaranya  menyatakan bahwa sunat perempuan bertujuan purifikasi berupa   penghilangan kotoran atau najis serta mengontrol perilaku danseksualitas perempuan agarsejalan dengan norma-norma agama.   Skema pengetahuan dan kepercayaan yang berakarsedemikian kuat,   mendorong  masyarakat tetap melestarikan praktik P2GP.Kontrol keluarga dan komunitas menyebabkan (anak)perempuan menjadi pihak subordinat dalam relasi kuasa yang pada akhirnya  menyumbang pada pelestarian P2GP secara terus menerus dari generasi ke generasi.  Stigma akan dihadapi keluarga, jika tidak menjalankan P2GP kepada anak perempuannya. Rasaterancam akan mendapat sangsi sosial dan perasaan berdosa memaksakeluarga menjalankan P2GP kendati tahu  potensi bahayanya   pada organkelamin dan kesehatan reproduksi perempuan.

Di lain pihak, Negara belum memilikiketegasan sikap terhadap P2GP. Kementerian Kesehatanmelalui Dirjen Kesehatan Masyarakat  padatahun 2006 mengeluarkan kebijakan berupa Surat Edaran nomor: HK.00.07.1.3.1047atentang Larangan Medikalisasi Sunat Perempuan bagi Petugas Kesehatan. TetapiSurat Edaran yg sudah diimplementasikan di lingkungan tenaga kesehatan itu, kemudiandicabut melalui  PeraturanMenteri Kesehatan No 1636/Menkes/PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan, kemudiandicabut kembali melalui Permenkes No. 6/Tahun2014. Pasal 2 Permenkes No.6/2014 tetap mengizinkan P2GP dilakukan oleh tenaga kesehatan, dan memberikanmandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k untuk membuat pedomanpenyelenggaraan sunat perempuan. Namun demikian, bagian Menimbang hurufa Permenkes No.6/2014 dinyatakan bahwa setiap tindakan yang dilakukan dalambidang kedokteran harus berdasarkan indikasi medis dan terbukti secara ilmiah.Huruf b bagian tersebut juga menyatakan bahwa sunat perempuan hingga saat initidak merupakan tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tidak berdasarkanindikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Sayangnya, tidakbanyak tenaga kesehatan yang mengetahui kebijakan terkait P2GP ini sebagaimanaditemukan dalam kajian yang dilakukan Komnas Perempuan.

Komnas Perempuan jugamengingatkan kembali Undang-Undang dan Kebijakan yang menjadi acuan bagiurgensi penghapusan P2GP yaitu(1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28B(2),  28H(1), 28I(2); (2) Undang-UndangNomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan SegalaBentuk Diskriminasi terhadap Wanita. Lampiran Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 Pasal 2(d); (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 3 (3)dan Pasal 4; (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 3 dan Pasal 13 (1); (5) Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan DalamRumah Tangga Pasal 5 – 8; (6) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009tentang Kesehatan Pasal 71; (7) WHO tahun 2008,mengesahkan resolusi (WHA61.16) tentang penghapusan FGM, dan menekankanperlunya tindakan terpadu di semua sektor kesehatan, pendidikan, keuangan,keadilan dan urusan perempuan; (8) PBBpada 2012: tanggal 6 Februari ditetapkan sebagai Hari Internasional ZeroToleransi terhadap Mutilasi AlatKelamin Perempuan/ International Day ofZero Tolerance to Female Genital Mutilation (WHO, 2012); (9) SDGs (2015)khususnya goal 5.3  

Menyikapi isu terkait P2GP, Komnas Perempuan memberikanrekomendasi kepada Pemerintah sebagai berikut:   

1.  Memastikan kebijakan ZeroTolerance terhadap Praktik P2GP dan penerapan yang optimal mencakuppertimbangan dan terobosan penyikapan yang lebih komprehensif terhadapkerentanan-kerentanan yang dihadapi perempuan dan anak perempuan.

2.    Kementerian Kesehatan penting untuk memastikan:

a.   Sosialisasi Permenkes Nomor 6 Tahun 2014 tentang pencabutan Permenkes No.1636 tentang Sunat Perempuan hingga Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, danmelibatkan Ikatan Bidan setempat.

b.   Mengembangkan SOP dan Petunjuk Pelaksana Larangan Medikalisasi P2GP kepadamasyarakat secara bertahap, seperti program nasional Angka Kematian Ibu,pengembangan strategi kemitraan antara tenaga kesehatan dan tenaganon-kesehatan (dalam hal ini, misal dukun) untuk menghentikan praktik P2GP.

c.   Sosialisasi menyeluruh terkait Praktik P2GP yang tidak bermaafat untukkesehatan reproduksi dan seksual kepada perempuan

3.     Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak:

a.  Melakukan sosialisasi yang lebih meluas kepada masyarakat untuk menyadarkanbahwa praktik P2GP  merupakan pelanggaranatas hak reproduksi dan seksual, serta dapat membahayakan kesehatan reproduksidan seksual perempuan.

b.   Memastikan  untuk segera menyikapipraktik P2GP yang masih dilakukan hingga saat ini di Indonesia, juga membangunkonsolidasi dengan masyarakat sipil terutama gerakan perempuan dan gerakanperlindungan anak untuk menyikapi praktik P2GP sebagai pelanggaran atas hakreproduksi dan seksual bagi perempuan

c.   Sebagai bentuk implementasi dari poin goal ke-lima point ketiga SDGs, wajib mendorong seluruh elemenpemerintahan untuk menghentikan praktik P2GP di Indonesia, dan mengembangkanstrategi advokasi kepada para tokoh agama/tokoh adat/tokoh masyarakat terkaitPraktik P2GP.

4.    Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan serta KementrianAgama memastikan dan mensosialisasikan tentang dampak dan larangan praktik  P2GP untuk dimasukkan  dalam kurikulum matapelajaran yang terkait.

5.    Pemerintah Kabupaten/Kota penting melakukan sosialisasi mengenai PermenkesNomor 6 Tahun 2014 tentang pencabutan Permenkes No. 1636 tentang SunatPerempuan, ke seluruh elemen pemerintahan untuk menghentikan praktik P2GPtermasuk mencabut elemen retribusi dalam Peraturan Daerah terkait PelayananKesehatan Praktik P2GP.

6.   Ikatan Bidan Indonesia melakukan sosialisasi yang meluas dan komprehensifterkait Permenkes Nomor 6 Tahun 2014 tentang pencabutan Permenkes No. 1636tentang Sunat Perempuan dan bahaya Praktik P2GP kepada seluruh bidan di tingkatKabupaten/Kota dan kecamatan hingga desa; serta membahas materi terkait P2GP,dan strategi komunikasi terkait P2GP

7.  Khusus Organisasi Masyarakat Sipil dan Kelompok Komunitas Perempuan,diharapkan untuk melakukan sosialisasi dan kampanye tentang: peraturanpemerintah terkait Larangan praktik P2GP  dan Bahaya praktik P2GP  terhadap kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual perempuan kepada para tokohagama/tokoh masyarakat/tokoh adat dan perempuan, ibu, dukun.

8.   Lembaga-lembagakeagamaan mengembangkan tafsir yang mendukung penghapusan kekerasan berbasisbudaya P2GP.

 

Narasumber Komisioner: 

1.     RettyRatnawati

2.     SatyawantiMashudi

3.     Theresia Iswarini

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan