Siaran Pers Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan tentang Peringatan Resolusi Umum PBB tentang Women, Peace, Security 1325

todaySelasa, 5 November 2024
05
Nov-2024
66
0

KepemimpinanPerempuan Pengungsi Sebagai Agen Perdamaian Berkelanjutan

Jakarta, 5 November 2024

 

Dalamrangka memperingati Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (UnitedNations Security Council Resolution/UNSCR) Nomor 1325 tentang Perempuan,Perdamaian dan Keamanan (Women Peace and Security-WPS), Komisi NasionalAnti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengajak seluruh pihakuntuk memberikan perhatian terhadap perempuan pengungsi dalam negeri (internal displaced persons/IDPs) dan pengungsi luar negeri (refugee). Agenda WPS diperingati setiaptahunnya pada tanggal 31 Oktober, hari adopsi UNSCR 1325 pada tahun 2020. 

            UNSCR1325 adalah kebijakan PBB mempromosikan perspektif gender dan mengakuiperempuan sebagai agen penting dalam semua upaya untuk mencapai perdamaian dankeamanan berkelanjutan secara global. Empat pilar agenda WPS meliputi partisipasi,perlindungan, pencegahan dan pemulihan. Pelaksanaan agenda WPS bertaut dengan komitmen penghapusan kekerasanterhadpa perempuan. Secara khusus telah ada Rekomendasi Umum No. 30 yangdikeluarkan oleh Komite Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasiterhadap Perempuan (CEDAW) tetang perempuan dan konflik. Adapun konflik yangdimaksud tidak terbatas pada konflik bersenjataantarnegara, konflik sosial dalam negeri dan konflik sumber daya alam. Dampakdari konflik termasuk perpindahan penduduk secara terpaksa, menjadi pengungsidalam negeri (internal displaced persons/IDPs)dan pengungsi luar negeri (refugee).Juga terdapat refugee akibat persekusi, kekerasan militer dan intimidasiyang mengakibatkan mencari suaka.

            Menurut data UnitedNations High Commissioner for Refugee (UNHCR) jumlah refugee setiap tahun terus meningkat danmenimbulkan berbagai persoalan dalam penanganannya khususnya dinegara-sementara. Pada 2023 UNHCR mencatat 50,3 juta refugee, denganindikasi akan terus meningkat ke depan, Jumlah refugee dan pencari suakadi Indonesia yang terdaftar di UNHCR pada akhir tahun 2023, terdapat 12.295pengungsi, termasuk 69% orang dewasa dan 29% anak-anak. Dari jumlah totalpenduduk dewasa, 72% adalah laki-laki dan 28% adalah perempuan. PengungsiAfganistan tercatat yang terbesar (lebih dari 50%), selebihnya berasal dariMyanmar, Somalia, Irak, Yaman, dan negara-negara lainnya.

RainyM Hutabarat, Komisioner Komnas Perempuan menyampaikan bahwa pemantauan kelokasi penampungan pengungsi luar negeri di Makassar dan Tangerang Selatanmenemukan sejumlah tantangan. Pertama, persoalankesehatan mental; banyakpengungsi yang merasa depresi karena lamanya menunggu izin dari negara tujuan. Kedua,ketergantungan yang mengakibatkan rasa tidak berdaya. Meskipun mereka memilikipendidikan dan keahlian khusus, izin untuk bekerja tidak tersedia. Ruang gerakpengungsi menjadi sangat terbatas selama bertahun-tahun yang pada akhirnyamenyebabkan para pengungsi merasa seperti terpenjara. “Secara khusus, perempuanrefugee yang tinggal sendiri atau menjadi orang tua tunggal kerapmengalami pelecehan seksual secara verbal baik dari sesama pengungsi maupundari masyarakat lokal. Juga perempuan refugee juga mengalami kekerasandalam rumah tangga,” Rainy menambahkan.

            Kondisi pengungsi dalam negeri tidak jauh berbeda. Data HumanRights Monitor (HRM) mencatat 79.867 warga sipil Papua hingga September 2024tersebar di Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Intan Jaya, Yahukimo, Fakfak,dan pengungsi terbaru antara Juni-Agustus 2024 tercatat di Kabupaten Maybratdan Puncak. Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan KonferensiWaligereja di Indonesia (KWI) pada September 2024 mencatat lenyapnya hak-hakdasar warga pengungsi Papua termasuk perempuan, di antaranya (1) sebagianpengungsi terpaksa hidup berpindah-pindah; (2) adanya intimidasi olehpihak-pihak yang terlibat dalam konflik dan ancaman terhadap keluarga;  (3) kekurangan pangan; (4) akses terbatas padalayanan kesehatan termasuk layanan psikis untuk pemulihan trauma dan depresi;(5) lenyapnya ruang pencarian pendapatan dan kemiskinan ekonomi; dan (6)ketiadaan akses pada pendidikan gratis.

Komisioner Siti Aminah Tardi, menyampaikan sejumlahtantangan yang dihadapi oleh perempuan pengungsi luar negeri dan pengungsidalam negeri di pengungsian, khususnya pemenuhan hak kesehatan reproduksi danseksual. Perempuan pengungsi yang hamil dalam proses pengusiran dan pengungsianmengalami keterbatasan untuk memeriksa kehamilan dan melahirkan di lokasipengungsian. Juga, kekerasan berbasis gender terhadap perempuan terjadi dipengungsian seperti perkawinan anak, kekerasan dalam rumah tangga, pelukaan danpemotongan genitalia perempuan (P2GP) yang diperkuat karena tafsir keagamaandan budaya dari pengungsi. “Walaupun Indonesia belum meratifikasi Konvensimengenai Pengungsi 1951, namun dalam konteks instrumen HAM internasional,perlindungan dan pemenuhan hak-hak pengungsi khususnya perempuan pengungsi,anak-anak dan kelompok rentan, Indonesia telah menjadi negara-pihak CEDAW,Konvensi Hak Anak, Kovenan Hak Ekonomi dan Sosial Budaya, Konvensi MenentangPenyiksaan, Konvensi Hak-hak Sosial Politik. Karenanya, perempuan refugeeharus diberikan layanan keadilan dan pemulihan yang dibutuhkannya,” ujarnya.   

            Indonesia telah mengadopsiWPS 1325, salah satunya melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentangPenanganan Konflik Sosial yang menjadi dasar Rencana Aksi Nasional Perlindungandan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS). “RANP3AKS belum dijalankan secara optimal, dan belum mencakup konflik sosialterkait konflik sumber daya alam. Sejumlah daerah telah memiliki Rencana AksiDaerah P3AKS namun implementasinya masih sangat terbatas, terutama dalammendorong kepemimpinan perempuan pengungsi,” Andy Yentriyani, ketua KomnasPerempuan, menjelaskan. Dalam hal pemberdayaan perempuan korban konflik, langkahspesifik pemulihan, bantuan sosial, perlindungan perlu diarahkan untukmenguatkan daya lenting perempuan dan komunitas pengungsi maupun pemulihanpsikis dan sosial. “Dalam hal antisipasikonflik sosial dan pemenuhan hak pengungsian, kita perlu memberikan perhatianserius pada persoalan krisis iklim” pungkas Andy.    

 

 

 

 

 

 

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-12345
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan (Build 25.05.2025)