SiaranPers Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Tentang PenundaanPenetapan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai RUU InisiatifDPR RI 2021
Pastikan Penetapan RUU TPKS Sebagai RUU Inisiatif DPR RI 2021
Untuk Mengatasi Darurat Kekerasan Seksual di Indonesia
Jakarta, 17 Desember 2021
KomisiNasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sangatmenyayangkan proses legislasi RUU TindakPidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang tersendatsehingga belum ditetapkan sebagai agenda rapat paripurna sebagai usul inisiatif DPR RI dalam sidang paripurna DPR RI yang diselenggarakan padaKamis, 16 Desember 2021. Penetapanini telah dinanti-nanti oleh rakyat Indonesia khususnya korban tindakpidana kekerasan seksual, keluarga korban, dan pendamping korban. RUU inimerupakan titian untuk mewujudkan perlindungan, penanganan dan pemulihan korbankekerasan seksual dan upaya memutuskeberulangan di tengah-tengah kondisi darurat kekerasan seksual.
Urgensi kehadiran payung hukum bermuladari tingginya angka kekerasan seksual dalam rentang waktu sepanjang 2001-2011. Selama dasawarsa tersebut, 25 persen kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan kekerasanseksual. Setiap hari, sekurangnya 35 perempuan menjadi korban kekerasanseksual. Artinya, setiap 2 jam ada 3 perempuan yang menjadi korban kekerasanseksual.
Sepanjang menunggu pengesahan RUU ini (2012-2020) CATAHU Komnas Perempuanmencatat terlaporkan 45.069 kasus kekerasan seksual. Selain dapat dilihat secara jumlah,darurat kekerasan seksual juga dapatdilihat dari maraknya kasus pemberitaan kekerasan seksual di media massa.
Peningkatan dan kompleksitas kasus-kasus kekerasan seksual yangdiadukan tidak diimbangi dengan undang-undang yang mampu menghambat perkembangankualitas dan kuantitas kekerasan seksual, serta ketiadaan jaminan hak-hak korban dan reviktimisasiselama menempuh jalur hukum. Hal ini yang menyebabkan korban tidak terpenuhihak atas keadilan, kebenaran danpemulihan. Hak-hak korban sebagaimana dimandatkan Konstitusi RIdan instrumen HAM internasional khususnya Conventionon the Elimination of All Discrimination Against Women (CEDAW) yang telahmenjadi bagian dalam hukum nasional melalui UU No. 7 Tahun 1984.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa periode DPR 2014-2019 RUU inipernah dibahas dengan pemerintah namun sampai akhir periode tidak berhasilmenyetujui satu pun isu dalam daftar inventaris masalah (DIM) RUU P-KS. Akibatnya, RUUP-KS tidak dimasukkan sebagai RUU carry over melainkan harus dimulaidari awal. Salah satu faktornya adalah, kepentingan hak-hak korban tidakditempatkan sebagai isu pokok pembahasan. Sedangkan mispersepsi, miskonsepsi danprasangka terhadap substansi RUU P-KS saat itu merebak diberbagai ruang dan mediasosial turut mempengaruhipembahasan di Panja Komisi 8 DPR RI. Kondisi ini masih berlanjut terhadap RUU tersebut hinggasekarang, yangnamanyadiubah menjadiRUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Kondisi yang semakin menjauhkanupaya mewujudkan payung hukum bagi korban kekerasan seksual.
Atasbelum ditetapkannya RUU TPKS sebagai usul inisiatif DPR RI, Komnas Perempuanmenyatakan:
1. Mengapresiasi kerjaPanja RUU TPKS yang sudah melakukan pengkajian dan harmonisasi RUU TindakPidana Kekerasan Seksual.
2. Mendesak Pimpinan DPR RI untuk memastikanpembahasan dan pengesahan RUU TPKS sebagai usul inisiatif DPR RI pada tahun2022
3. Berterima kasih kepada para penyintas, keluarga korban, akademisi, media massadan lembaga layanan korban yang takpernah putus dan tanpa lelahterus memperjuangkan RUU TPKS dan menyerukan agar terus memberikanmasukan pengalaman korban dan mengawal pembentukan RUU ini hingga tahap pembahasan dan pengesahan.
4. Mendorongpublik untuk terus mengawal dan mendukung BadanMusyawarah/ Pimpinan DPR RI menetapkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksualsebagai RUU Inisiatif DPR dalam pembukaan masa sidangparipurna DPR RI Januari Tahun 2022.
Narahubung Komisioner KomnasPerempuan:
1. Siti Aminah Tardi
2. Andy Yentriyani
3. Rainy MHutabarat
4. MarianaAmiruddin