Siaran Pers Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Menyambut Perpres No. 53 Tahun 2021 Tentang RAN HAM (25 Juni 2021)

todayJumat, 25 Juni 2021
25
Jun-2021
1.1K
0

Siaran Pers Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Menyambut Perpres No. 53 Tahun 2021 Tentang RAN HAM

15  Aksi Prioritas Untuk  Diintegrasikan dalam RANHAM tentang PemajuanHak-Hak Perempuan

Jakarta, 25 Juni 2021

 

 

Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) yang baru saja disahkanmelalui Peraturan Presiden No. 53 tahun 2021 memuat sejumlah agenda pentinguntuk pemajuan hak perempuan, tetapi masih perlu diperkuat agar lebihkomprehensif dan memiliki daya perubahan sistemik. Karenanya, Komnas Perempuanmendorong pelaksanaan RAN HAM dilengkapi dengan 15 (lima belas) agenda aksiprioritas untuk diintegrasikan  dalam 4agenda pemajuan hak-hak konstitusional perempuan.

 

Komnas Perempuan sependapat bahwa upaya pencegahan dan penanganan kebijakanyang diskriminatif di tingkat nasional dan daerah, yang telah diupayakan sejak10 tahun terakhir, perlu dipertegas dan dipercepat. Salah satu langkah adalahdengan menggunakan kewenangan Kementerian Dalam Negeri untuk 1) membatalkankebijakan kepala daerah yang bersifat diskriminatif berbasis gender. Aksilain yang penting adalah 2) menguatkan kapasitas perancang kebijakan ditingkat nasional dan daerah, selain menguatkan mekanisme harmonisasi, untukmemastikan peraturan perundang-undangan yang dibentuk akan kondusif bagi upayapenghapusan diskriminasi atas dasar apa pun, termasuk gender dan disabilitas.

 

Komnas Perempuan mengapresiasi adopsi agenda optimalisasi pemenuhan hakdan layanan bantuan hukum bagi perempuan berhadapan dengan hukum. Dalam Agendaini, aksi pemantapan pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Terpadu dalamPenanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (SPPT PKKTP) sangat krusial.  SPPT PKKTP memberikan akses yang lebih besarbagi korban atas keadilan yang berjalan beriring dengan akses atas pemulihansecara komprehensif. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dibutuhkan 3) penegasanlandasan hukum di tingkat nasional, 4) penguatan ruang koordinasilintas Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat sipil, dan 5) dukunganpeningkatan infrastruktur SDM dan anggaran layanan yang berperspektifkeadilan gender, disabilitas dan juga kepulauan.

 

Optimalisasi pemenuhan hak dan layanan bagi perempuan korban juga perludilengkapi dengan 6) langkah legislasi, terutama dengan pengesahan RUUPenghapusan Kekerasan Seksual yang memberikan pengakuan pada berbagaibentuk kekerasan seksual yang selama ini diabaikan atau sulit diproses hukum,jaminan memutus impunitas pelaku dan keberulangan, pemulihan korban dan upayapencegahan. Saat ini, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dinyatakan sebagaiprioritas legislasi 2021 namun belum ada informasi yang jelas mengenai agendapembahasannya. Satgas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang telah dibentukoleh pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk mendorong percepatanpembahasan ini bersama DPR RI.

 

Tidak kalah pentingnya adalah 7) penguatan jaminan hukum untukmencegah penyiksaan terhadap perempuan yang berhadapan dengan hukum.Penguatan jaminan ini perlu dilakukan melalui pengesahan Optional Protocol dariKonvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam,Tidak manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (OPCAT). Juga, melaluirevisi KUHAP dan KUHP.

 

Termasuk di dalam agenda optimalisasi ini adalah 8) membangun ulang tatakelola ruang siber yang bebas dari berbagai bentuk kekerasan gender di eradigital dengan memperbaiki UU ITE, tidak hanya terbatas pada SKB UU ITE. Halini dimaksudkan untuk mencegah perempuan korban dikriminalisasi dan memperkuatlembaga-lembaga layanan pemerintah maupun sipil dengan pemahaman dan layananterkait kekerasan berbasis gender siber. 

 

Sementara pada agenda pelindungan bagi perempuan pekerja, selainmendorong kebijakan dari dunia usaha, Komnas Perempuan mengingatkan bahwanegara memiliki tanggung jawab untuk memastikan payung hukum yang lebihmumpuni. Hal ini terutama penting di sektor-sektor pekerjaan informal di manaperempuan merupakan pekerja terbanyak, memanggul beban kerja berlapis sejakdalam rumah tangga dan menghadapi kondisi-kondisi yang rentan eksploitasi,diskriminasi dan kekerasan. Karenanya, penting di dalam implementasi RANHAM inijuga menargetkan 9) pengesahan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga yangtelah tertunda selama 17 tahun dan 10) Pemantauan pelaksanaan UU PelindunganPekerja Migran Indonesia maupun pada UU Ketenagakerjaan serta mengambillangkah-langkah korektif atas persoalan yang ada.

 

Pada agenda meningkatkan akses perempuan dalam situasi khusus, kelompokrentan yang disasar perlu diperluas untuk juga mencakup 11) perempuan lansiayang jumlahnya semakin banyak. Penting diingat bahwa angka harapan hidupperempuan lebih panjang empat tahun daripada laki-laki, dan perempuan miskinberjumlah lebih besar pada setiap lapis usia dan daerah.  Pelaksanaan RAN HAM juga perlu ditautkandengan pelaksanaan RAN Penanganan Konflik Sosial, sehingga memuat perhatianpada 12) pemenuhan akses keadilan bagi perempuan korban konflik sosial,terutama yang rentan diskriminasi berlapis. Mengingat konflik sosial kerapterjadi akibat konflik agraria dan tata kelola ruang yang mengabaikan hak-hakmasyarakat adat, maka 13) pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adatyang memiliki perhatian pada kerentanan khusus perempuan juga mendesak. Selainitu, juga dibutuhkan 14) pengembangan langkah-langkah afirmasi bagiperempuan terdampak pandemi Covid-19, mengingat kondisi wabah inimenghadirkan dampak berbeda dan berlipat ganda berbasis gender terhadapperempuan, terutama dari kaum miskin kota, di perdesaan dan pesisir, minoritasseksual dan penyandang HIV/AIDS.

 

Komnas Perempuan juga mendorong adopsi agenda 15) penuntasanpelanggaran HAM masa lalu sebagai salah satu aksi penting dalammeningkatkan akses perempuan pada pelayanan publik, penghidupan yangbermartabat dan menguatkan kohesi sosial. Sebagaimana diidentifikasi dalamberbagai laporan pemantauan Komnas Perempuan terkait peristiwa pelanggaran HAMmasa lalu, berlarutnya impunitas dan stigma telah menyebabkan penderitaan yangberkepanjangan dalam berbagai aspek kehidupan bagi perempuan yang menjadikorban langsung maupun tidak langsung dari peristiwa tersebut.

 

 

Narasumber

Andy Yentriyani

Rainy Hutabarat

Theresia Iswarini

 

Narahubung

Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)


Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan