CATAHU 2020 Komnas Perempuan: Lembar Fakta dan Poin Kunci (5 Maret 2021)

todayJumat, 5 Maret 2021
05
Mar-2021
158.2K
17

Lembar Fakta dan Poin Kunci

Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2020

 

Perempuandalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, PerkawinanAnak, dan Keterbatasan Penanganan di Tengah Covid-19

 

Jakarta, 5 Maret 2021

 

 

 

 

TentangCatatan Tahunan Komnas Perempuan

 

1.  Catatan Tahunan (CATAHU) KomnasPerempuan diluncurkan setiap tahun untuk memperingati Hari  Perempuan Internasional pada tanggal 8 Maret.

 

2.  Catahu Komnas Perempuandiluncurkan sejak tahun 2001

 

3.  CATAHU Komnas Perempuandimaksudkan untuk memaparkan gambaran umum tentang besaran dan bentuk kekerasanyang dialami oleh perempuan di Indonesia dan memaparkan kapasitas lembagapengadalayanan bagi perempuan korban kekerasan.

 

4.  Data yang disajikan dalam CATAHUKomnas Perempuan adalah kompilasi data kasus riil yang dihimpun dari 3 sumberyakni; [1] Data Peradilan Agama (Badilag), [2] Data Lembaga layanan mitraKomnas Perempuan baik yang dikelola oleh Negara maupun atas inisiatifmasyarakat. Termasuk di dalamnya adalah lembaga penegak hukum, dan [3] DataUnit Pelayanan dan Rujukan, satu unit  yang sengaja dibentuk olehKomnas Perempuan, untuk menerima pengaduan langsung korban. Data CATAHU juga memuathasil pemantauan dan kajian Komnas Perempuan.

 

5.  Menyesuaikan kondisi pandemikCOVID-19, pada tahun ini Komnas Perempuan mengirimkan formulir kuesioner dalamdua format yaitu google form dan dalam format word. Formulir ini memuat tentangidentifikasi kasus kekerasan berbasis gender. Kesediaan pemerintah maupunorganisasi masyarakat sipil mengisi dan mengembalikan formulir ini sangatmembantu Komnas Perempuan dalam menyajikan data.

 

 

Temuan dalamCatatan Tahunan 2021

 

1.  Jumlah kasus Kekerasan terhadapPerempuan (KtP) sepanjang tahun 2020 sebesar 299.911 kasus, terdiri dari kasusyang ditangani oleh: [1] Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama sejumlah 291.677kasus. [2] Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 8.234 kasus. [3]Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) Komnas Perempuan sebanyak 2.389 kasus, dengancatatan 2.134 kasus merupakan kasus berbasis gender dan 255 kasus di antaranyaadalah kasus tidak berbasis gender atau memberikan informasi.

  

2.  Penurunan signifikan jumlahkasus yang terhimpun di dalam Catahu 2021 menunjukkan bahwa kemampuanpencatatan dan pendokumentasian kasus KtP di lembaga layanan dan di skalanasional perlu menjadi prioritas perhatian bersama. Sebanyak 299.911 kasus yangdapat dicatatkan pada tahun 2020, berkurang 31% dari kasus di tahun 2019 yangmencatat sebanyak 431.471 kasus. Hal ini dikarenakan kuesioner yang kembalimenurun hampir 100% dari tahun sebelumnya. Pada tahun sebelumnya jumlahpengembalian kuesioner sejumlah 239 lembaga, sedangkan tahun ini hanya 120lembaga. Namun sebanyak 34% lembaga yang mengembalikan kuesioner menyatakanbahwa terdapat peningkatan pengaduan kasus di masa pandemi. Data pengaduan keKomnas Perempuan juga mengalami peningkatan drastis 60% dari 1.413 kasus ditahun 2019 menjadi 2.389 kasus di tahun 2020.

 

 

Data KtPdari Mitra Lembaga Layanan

 

3.  Dari sejumlah 8.234 kasus yangditangani oleh lembaga layanan mitra Komnas Perempuan, jenis kekerasan terhadapperempuan tercatat:

 

a.  Kasus yang paling menonjoladalah di Ranah Personal (RP) atau disebut KDRT/RP (Kasus Dalam Rumah Tangga/Ranah Personal) sebanyak 79% (6.480 kasus). Diantaranya terdapat KekerasanTerhadap Istri (KTI) menempati peringkat pertama 3.221 kasus (50%), disusulkekerasan dalam pacaran 1.309 kasus (20%) yang menempati posisi kedua. Posisiketiga adalah kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 954 kasus (15%),sisanya adalah kekerasan oleh mantan pacar, mantan suami, serta kekerasanterhadap pekerja rumah tangga.

 

Kekerasan di ranah pribadi ini mengalami pola yang sama sepertitahun-tahun sebelumnya, bentuk kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan fisik2.025 kasus (31%) menempati peringkat pertama disusul kekerasan seksualsebanyak 1.983 kasus (30%), psikis 1.792 (28%), dan ekonomi 680 kasus (10%).

 

b.  KtP berikutnya adalah di RanahPublik atau Komunitas sebesar 21 % (1.731 kasus) dengan kasus paling menonjoladalah kekerasan seksual sebesar 962 kasus (55%) yang terdiri dari darikekerasan seksual lain (atau tidak disebutkan secara spesifik) dengan 371kasus, diikuti oleh perkosaan 229 kasus, pencabulan 166 kasus, pelecehanseksual 181 kasus, persetubuhan sebanyak 5 kasus, dan sisanya adalah percobaanperkosaan 10 kasus. Istilah pencabulan dan persetubuhan masih digunakan olehKepolisian dan Pengadilan karena merupakan dasar hukum pasal-pasal dalam KUHPuntuk menjerat pelaku.

 

Pada Ranah Komunitas CATAHU tahun ini terjadi kenaikan kasus dalamperdagangan orang dibandingkan tahun sebelumnya dari 212 menjadi 255, danterdapat penurunan pada kasus kekerasan terhadap perempuan pekerja migran dari398 menjadi 157.

 

c.  Berikutnya KtP di ranah denganPelaku Negara, kasus-kasus yang dilaporkan sejumlah 23 kasus (0.1 %). Databerasal dari LSM sebanyak 21 kasus, WCC (Women Crisis Center) 2 kasus dan 1kasus dari UPPA (unit di Kepolisian). Kekerasan di ranah negara antara lainadalah: perempuan berhadapan dengan hukum 6 kasus, kekerasan terkaitpenggusuran 2 kasus, kebijakan diskriminatif 2 kasus, kekerasan dalam kontekstahanan dan serupa tahanan 10 kasus, serta 1 kasus dengan pelaku pejabatpublik.

   

4.  Sejak 10 tahun belakangan,formulir CATAHU dilengkapi dengan lembar isian terkait isu khusus yangberfungsi untuk mencatat data korban kekerasan yang dialami komunitas minoritasseksual, perempuan dengan disabilitas, perempuan rentan diskriminasi(HIV/AIDS), perempuan pembela HAM dan kasus-kasus Kekerasan Berbasis GenderSiber (KBGS).

 

a.  Pada tahun 2020 tercatat 77kasus kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas dan perempuan dengandisabilitas intelektual merupakan kelompok yang paling rentan mengalamikekerasan sebesar 45%.

 

b.  Sementara itu tercatat 13 kasuskekerasan terhadap LBT, bertambah 2 kasus dari tahun 2019 (11 kasus), dengankekerasan yang mendominasi adalah kekerasan psikis dan ekonomi. Yang menarikuntuk dicermati bahwa hanya terdapat 1 kasus kekerasan terhadap LBT yangditeruskan ke ranah hukum hingga tahap penyidikan di Jawa Tengah.

 

c.  Pada tahun 2020 terdapatkenaikan angka luar biasa kasus perempuan dengan HIV AIDS yakni sebanyak 203dibandingkan tahun 2019 yang hanya 4 kasus. Kenaikan jumlah kasus ini berasaldari data LBH APIK Bali yang melakukan outreach dan pendampingan kasuskekerasan terhadap ODHA Perempuan dan anak.

 

d. Kekerasan yang dialami olehPerempuan Pembela HAM (Women Human’s Rights Defender – WHRD) di tahun 2020sebanyak 36 kasus, naik dari tahun lalu yang hanya dilaporkan sebanyak 5 kasus.

 

e.  Data Lembaga Penyedia Layananmenunjukkan bahwa KBGS (Kekerasan Berbasis Gender Siber) meningkat dari 126kasus di 2019 menjadi 510 kasus pada tahun 2020. Bentuk kekerasan yangmendominasi KBGS adalah kekerasan psikis 49% (491 kasus) disusul kekerasanseksual 48% (479 kasus) dan kekerasan ekonomi 2% (22 kasus). 

 

 

DataKekerasan terhadap Perempuan dari Badan Peradilan Agama (Badilag)

 

5.  Sejak 2017 Badilagmengkategorisasi penyebab perceraian dengan lebih spesifik termasuk didalamnyakategori yang memuat kekerasan terhadap perempuan. Masih sama seperti tahunsebelumnya, data Pengadilan Agama menunjukkan penyebab perceraian terbesaradalah perselisihan berkelanjutan terus menerus sebanyak 176.683 kasus. Keduaterbesar adalah ekonomi sebanyak 71.194 kasus, dan disusul meninggalkan salahsatu pihak 34.671 kasus, dan kemudian dengan alasan KDRT 3.271 kasus.

 

6.  Dispensasi nikah (perkawinananak) adalah hal lainnya yang terjadi peningkatan ekstrim tiga kali lipatberdasarkan data BADILAG yaitu dari 23.126 kasus di tahun 2019, naik tajamsebesar 64.211 kasus di tahun 2020. Hal ini disebabkan diantaranya oleh situasipandemi seperti intensitas penggunaan gawai dan persoalan ekonomi keluargaserta adanya perubahan UU Perkawinan yang menaikkan usia kawin menjadi 19 tahunbagi perempuan.

 

 

Data KtPPengaduan Langsung ke Komnas Perempuan

 

7.  Tahun 2020 meskipun tercatatterjadi penurunan pengaduan korban ke berbagai Lembaga Layanan di masa pandemikCOVID-19 dengan sejumlah kendala sistem dan pembatasan sosial, Komnas Perempuanjustru menerima kenaikan pengaduan langsung yaitu sebesar 2.389 kasusdibandingkan tahun sebelumnya yaitu 1.419 kasus, atau terdapat peningkatanpengaduan 970 kasus (40%) di tahun 2020, hal ini disebabkan Komnas Perempuan menyediakanmedia pengaduan online melalui google form pengaduan.

 

8.  Ranah kekerasan terbanyak yangdiadukan langsung ke Komnas Perempuan adalah KDRT/RP sebanyak 1.404 kasus(65%), publik/komunitas 706 kasus (33%) dan Negara 24 kasus (1%).

 

a.  Pada KDRT/RP kekerasan terhadapistri (KTI) tercatat 456 kasus dan KTI pada perkawinan tidak tercatat 19 kasusmerupakan kasus yang paling banyak diadukan. Kemudian berturut-turut KekerasanMantan Pacar, 412 kasus, Kekerasan Dalam Pacaran 264 kasus, Kekerasan TerhadapAnak Perempuan 125 kasus, KMS 49 kasus, KDRT/RP lain 78 kasus, dan PRT 1 kasus.KDRT/RP lain seperti: kekerasan terhadap menantu, sepupu, kekerasan olehkakak/adik ipar atau kerabat lain.

 

b.  Bentuk kekerasan yang terjadi diRanah Publik/Komunitas adalah kekerasan seksual sebanyak 590 kasus (56 %), lalukekerasan psikis 341 kasus (32%), kekerasan ekonomi 73 kasus (7%) dan kekerasanfisik 48 kasus (4%). Jumlah bentuk kekerasan lebih banyak sama seperti di ranahpersonal karena satu korban bisa mengalami kekerasan lebih dari satu bentukatau biasa disebut kekerasan berlapis.

 

c.  Kasus- kasus di Ranah Negarayang dilaporkan ke Komnas Perempuan terbanyak di daerah DKI Jakarta sebanyak 8kasus dan kedua di wilayah Jawa Barat sebanyak 5 kasus,Sulawesi Selatan 2 kasus,Jawa Tengah 2 kasus, Sumatera Utara 2 kasus, Riau, Sumatera Barat, Maluku danPapua masing-masing 1 kasus.

 

9.  Di masa pandemi, perempuandengan kerentanan berlapis juga menghadapi beragam kekerasan dan diskriminasi.Kasus kekerasan seksual masih mendominasi kasus Kekerasan terhadap Perempuan.Terdapat 42% dari 77 kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas merupakankasus Kekerasan seksual, 3 perempuan dengan orientasi seksual dan ekspresigender yang berbeda mengalami Kekerasan Seksual, dan hampir seluruh dari 203perempuan dengan HIV/AIDS yang melaporkan kasusnya mengalami Kekerasan Seksual.Pada kelompok disabilitas, kerentanan pada kekerasan terutama dihadapi olehpenyandang disabilitas mental/intelektual. Sementara itu pada perempuan denganHIV/AIDS serta perempuan berorientasi seksual sejenis dan transeksual, selainkasus kekerasan, dilaporkan juga kasus diskriminasi dalam layanan publik,termasuk dalam mengakses bantuan di masa pandemic COVID-19.

 

10. Masa pandemi COVID-19 tidak menyurutkan angka kasus kekerasan dalamkonflik, baik terkait persengketaan Sumber Daya Alam (SDA), perampasan lahan,seperti kasus Pubabu NTT, kasus Makassar New Port, Penggusuran TamansariBandung, warga Alang-alang Lebar, Labi-labi Kota Palembang, dan kasus Pertambangandi Kabupaten Dairi, Sumut. Dalam kasus-kasus tersebut, perempuan yang memimpinaksi penolakan harus berhadapan langsung dengan kekerasan oleh aparat negaradan juga oleh anggota masyarakat lain yang bersebrangan. Beberapa di antaranya,juga di Papua, menghadapi kriminalisasi bahkan menjalani masa tahanan.Sementara itu, kebijakan negara terkait kebebasan beragama/berkeyakinan menjadifaktor pemicu kasus intoleransi dalam bentuk diskriminasi pencatatan pernikahanJemaah Ahmadiyah di Tasikmalaya, penutupan Mesjid Al Furqon desa Parakansalak,Sukabumi, dan penyegelan bakal makam Sunda Wiwitan di Kuningan. Beriringandengan maraknya intoleransi, terjadi aksi terorisme di Sigi, Sulawesi Tengah.

 

11. Komnas Perempuan memantau berdasarkan pada pemberitaan media massadaring sepanjang 2020, terdapat 97 kasus femisida yang tersebar di 25 provinsi,dengan 5 (lima) provinsi tertinggi yaitu Jawa Barat (14 kasus), Jawa Timur (10kasus), Sulawesi Selatan (10 kasus), Sumatera Selatan (8 kasus) dan SumateraUtara (7 kasus). Empat besar pemicu femisida adalah, cemburu, ketersinggunganmaskulinitas, menolak hubungan seksual, didesak bertanggung jawab ataskehamilan tidak dikehendaki (KTD).

 

12. Pada tahun 2020 tercatat beberapa kemajuan perlindungan hukum bagiperempuan di antaranya pemenuhan Hak Buruh Migran dalam UU Pelindungan PekerjaMigran Indonesia, Surat Keputusan Gubernur Aceh 330/1209/2020 Tentang PenetapanPenerima Reparasi Mendesak Pemulihan Hak Korban Kepada Korban Pelanggaran HakAsasi Manusia (HAM), Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2020 tentang Akomodasiyang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan, PeraturanPemerintah No. 35 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor7 Tahun 2018 Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada SaksiDan Korban.

 

13. Sementara itu di tahun 2020 telah terdapat penegasan payung hukumuntuk pemulihan bagi korban terorisme melalui Peraturan Presiden. Namun KomnasPerempuan mencatat tidak ada kemajuan berarti dalam penanganan pelanggaran HAMmasa lalu. Hingga CATAHU ini dituliskan, Keputusan Gubernur Aceh untukkompensasi korban pelanggaran HAM berbasis temuan Komisi Kebenaran danRekonsiliasi Aceh, di mana di antaranya termasuk korban kekerasan seksual,belum terlaksana. Sama halnya di Papua, Perdasus mengenai penanganan korbanpelanggaran HAM dan kekerasan juga hanya sampai di atas kertas. Selain itu, UUPenanganan Konflik Sosial belum menjadi rujukan dalam mencegah dan menanganikonflik SDA atau perampasan lahan yang berubah menjadi konflik horisontal.

 

14. Di tengah-tengah pandemi, juga diamati bertumbuhnya support groupkomunitas untuk para korban kekerasan seksual. Dukungan ini menciptakan dayaresiliensi korban sehingga menjadi berdaya dan merasa tidak sendirian.***

 

 

 

 

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan