§ KomisiNasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasiupaya pengaturan kesehatan reproduksi dan seksual pada laki-laki dan perempuan secarakomprehensif dan terpadu melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024Peraturan Pelaksana Undang-Undang No. 17Tahun 2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan). Pengaturan ini dimaksudkan untukmenjaga dan meningkatkan sistem, fungsi dan proses reproduksi pada laki-lakidan perempuan. Dengan demikian, agar setiap orang dapat menjalani kehidupanseksual dan fungsi reproduksi yang sehat, juga terbebas dari kekerasan fisikdan mental, termasuk kekerasan seksual. Upaya kesehatan reproduksi yangdimaksud dilaksanakan melalui upaya promotif, preventif, kuratif,rehabilitatif, dan/atau paliatif secara menyeluruh dan terpadu sesuai siklushidup manusia. Secara khusus upaya kesehatan reproduksi itu tertuang dalam Pasal96 – 130 PP Kesehatan.
§ Mengamati polemik mengenaipenyelenggaraan layanan kesehatan reproduksi bagi remaja, Komnas Perempuanmengajak semua pihak untuk membaca secara utuh PP ini terutama terkaitketentuan pemenuhan kesehatan reproduksi yang disesuaikan dengan siklus hidupmanusia dan kebutuhannya, dalam hal ini bagi anak usia sekolah dan remaja.
o Sesuaipasal 49, upaya kesehatan remaja ditujukan untuk mempersiapkan remaja menjadiorang dewasa yang sehat, cerdas, berkualitas, dan produktif.
o Pasal50 (1) menyebutkan upaya Kesehatan remaja dilakukan melalui upaya promotif, preventif, kuratif,rehabilitatif, dan atau paliatif.
o Sebagaimanatertuang dalam Pasal 103, upaya kesehatan sistem reproduksi untuk anak usia sekolah dan remajapaling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) danpelayanan kesehatan reproduksi.
o Pemberiankomunikasi, informasi dan edukasi paling sedikit mengenai: a. sistem, fungsi,dan proses reproduksi; b. menjaga kesehatan reproduksi; c. perilaku seksualberisiko dan akibatnya; d. keluarga berencana; e. melindungi diri dan mampumenolak hubungan seksual; dan f. pemilihan media hiburan sesuai usia anak.
o Pelayanankesehatan reproduksi, paling sedikit meliputi: a. deteksi dini penyakit atauskrining; b. pengobatan; c. rehabilitasi; d. konseling; dan e. penyediaan alatkontrasepsi.
§ Berdasarkan Permenkes No. 25 Tahun2014, yang dimaksud dengan anak usia sekolah adalah anak umur lebih dari 6tahun sampai sebelum berusia 18 tahun sementara remaja adalah kelompok usia 10tahun sampai berusia 18 tahun. Jikadicermati maka keduanya berada pada kategori yang sama yaitu usia anak sesuaidengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak). Sebagaimana ketentuanPasal 1 butir 2 UU tersebut, perlindungan anak adalah segala kegiatan untukmenjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat danmartabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dandiskriminasi.
§ Komnas Perempuan mengenali bahwapengaturan upaya kesehatan sistem reproduksi bagi anak sekolah dan remajadimaksudkan pula untuk menjalankan amanat UU Perlindungan Anak sebagaimanadijelaskan di atas. Selain tentunya, melaksanakan amanat Konstitusi untukmemastikan hak tumbuh kembang anak dan untuk hidup bebas dari kekerasan dandiskriminasi (Pasal 28B Ayat 2 UUD NRI 1945). Dalam hal ini, anak perempuandengan segenap fungsi reproduksinya mendapatkan dukungan untuk mengatasi kerentananyang ia hadapi dalam akses menikmati hak konstitusional itu.
o KementerianPendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) melaporkan,jumlah murid di Indonesia sebanyak 53,14 juta orang pada semester ganjil tahunajaran 2023/2024. Dari jumlah tersebut, mayoritas murid berada di tingkatSekolah Dasar (SD), yakni 24,04 juta orang.
o Tidakdapat dipungkiri lagi saat ini anak usia sekolah dan remaja terpapar padaaktivitas seksual. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017,contohnya, mengungkapkan, sekitar 2% remaja perempuan usia 15-24 tahun dan 8%remaja laki-laki di usia yang sama mengaku telah melakukan hubungan seksualsebelum menikah, dan 11% di antaranya mengalami kehamilan yang tidakdiinginkan. Di antara perempuan dan laki-laki yang telah melakukan hubungan seksual pra nikah 59% perempuan dan 74% laki-laki melaporkan mulai berhubungan seksual pertamakali pada umur 15-19 tahun.
o Berdasarkandata Badilag, tahun 2023 pada perkawinan tercatatkan sekurangnya 41.852dispensasi perkawinan bagi pasangan yang salah satu atau keduanya berusia dibawah 19 tahun. Dari data global diketahui bahwa lebih 9 dari 10 perkawinananak dihadapi oleh anak perempuan.
o DataKomnas Perempuan dan lembaga layanan dalam Catahu 2023 saja menunjukkan bahwa sekurangnya terdapat 1.305perempuan korban kekerasan yang berusia 14-17 tahun, Sebagian besarnya adalahkorban kekerasan seksual.
o DataCatahu 2023 juga menunjukkan bahwa ada 419 pelaku dalam rentang usia 14-17 itu.
o DataSimfoni KPPPA menunjukkan bahwa sejak Januari 2024 hingga 6 Agustus 2024sekurangnya terdapat 5,620 kasus yang korbannya adalah anak berusia 14-17tahun. Jika sepertiganya adalah korban kekerasan seksual, artinyasekurang-kurangnya ada 1,873 korban kekerasan seksual berusia 14-17 tahun.
§ Pelayanan kontrasepsi bagi usiasekolah dan remaja harus dilihat sebagai upaya pencegahan untuk mengurangirisiko kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual, kematian ibuserta bayi akibat risiko reproduksi di usia anak, dan dari kekerasan seksualberupa pemaksaan perkawinan.
o Kekerasanseksual yang dialami oleh anak perempuan usia sekolah/remaja perempuan, sepertipemaksaan perkawinan, termasuk perkawinan anak dapat berakibat kehamilan tidakdiinginkan dan gangguan kesehatan reproduksi dan seksual.
o Aksespada layanan alat kontrasepsi perlu diberikan untuk menghindari kehamilan dalamusia anak, utamanya bagi mereka yang mendapatkan dispensasi kawin karena belumberumur 19 tahun.
o Alatkontrasepsi juga perlu dipastikan dapat diakses oleh anak perempuan danperempuan korban kekerasan seksual untuk mencegah kemungkinan kehamilan tidakdikehendaki akibat tindak kekerasan seksual yang dialami, maupun pemaksaanperkawinan akibat kehamilan yang tidak diinginkan.
o Akseskontrasepsi ini juga dapat mencegah mereka menghadapi berbagai dampak lanjutanakibat kehamilan yang tidak diinginkan, seperti kehilangan akses pendidikan,pengucilan dan pemiskinan.
§ Kebijakan terkait penyediaan alatkontrasepsi bagi usia anak dan remaja dengan pemahaman di atas merupakanpewujudan amanat Konstitusi mengenai hak konstitusional atas hak atas hidupsejahtera lahir dan batin dan atas pelayanan kesehatan (Pasal 28H Ayat1). Jugaamanat dari komitmen negara pada pelaksanaan Konvensi Penghapusan Segala BentukDiskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1984:
o Pasal10 (h) CEDAW menyebutkan akses atas informasi pendidikan khusus untuk membantumemastikan kesehatan dan kesejahteraan keluarga, termasuk informasi dan sarantentang keluarga berencana.
o Pasal12 CEDAW menyebutkan Penghapusan diskriminasi di bidang pemeliharaan kesehatandan jaminan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan Keluarga Berencana.
o RekomendasiUmum CEDAW Nomor 24 merekomendasikan negara pihak untuk memprioritaskanpencegahan kehamilan yang tidak diinginkan melalui keluarga berencana dan pendidikanseksual serta menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) melalui layanan bagi ibu (motherhoodservice) dan bantuan prenatal (prenatal assistance) yang aman.
§ Jaminan pelayanan yang komprehensifdan terpadu dalam hal kesehatan sistem reproduksi bagi usia anak dan remajajuga dapat berkontribusi pada pelaksanaan komitmen negara atas KonvensiMenentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang kejam, Tidakmanusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (CAT) yang telah diratifikasi dalamUU No. 5 Tahun 1998. Hal ini karena pengaturan tersebut dapat mencegah adanyatindak pemaksaan, pengucilan, dan pelecehan sehingga mengakibatkan penderaandan penderitaan luar biasa saat mengakses layanan kesehatan yang diperlukannyaitu. Kondisi ini terutama mempengaruhi kondisi perempuan, dan anak perempuanyang memang memiliki kebutuhan khas atas layanan kesehatan reproduksi dan di saatbersamaan menghadapi kerentanan khusus berbasis gender.
§ KomnasPerempuan mengingatkan bahwa semua komunikasi, informasi dan edukasi sertapelayanan kesehatan reproduksi hendaknya diberikan sesuai dengan usia perkembangananak dan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak (the best interestof the child). Penyediaan alat kontrasepsi sebagai bentuk pelayanankesehatan reproduksi harus didahului dengan pemberian KIE yang komprehensifterkait dengan kesehatan reproduksi, perilaku seksual berisiko, dan keluargaberencana. Hal ini juga untuk menghindari pemahaman munculnya perilaku seks berisikodi kalangan anak usia sekolah dan remaja akibat penyediaan alat kontrasepsi.
§ KomnasPerempuan merekomendasikan pengaturan lebih teknis dapat disusun dalamperaturan Menteri Kesehatan maupun lainnya untuk memperjelas layanankontrasepsi yang dimaksudkan. Meskipun bersifat selektif, namun layanan ini perludipastikan tersedia dan dapat diakses untuk menyikapi kondisi faktual saat inidi kehidupan anak usia sekolah dan remaja terkait kesehatan reproduksi danseksual yang dihadapi oleh pasangan perkawinan anak dan dalam rangka pencegahandan penanganan kekerasan seksual.
Narasumber: