Pernyataan Sikap Komnas Perempuan
Jakarta, 21 Mei 2018
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengecam keras tindakan penyerangan dan vandalisme terhadap komunitas Muslim Ahmadiyah yang kembali berulang di Dusun Grepek Tanat Eat, Desa Greneg, Kecamatan Sakra Timur Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada tanggal 19-20 Mei 2018. Berdasarkan pengaduan yang diterima Komnas Perempuan dari Perwakilan warga Ahmadiyah yang menjadi korban penyerangan, bahwa penyerangan tersebut dalam bentuk pengusiran, ancaman dan intimidasi, perusakan rumah penduduk, setidaknya menimpa 7 kepala keluarga Ahmadiyah, 6 (enam) rumah rusak, 4 sepeda motor rusak berat, peralatan rumah tangga dan barang-barang elektronik hancur. 24 penduduk tersebut terdiri dari orang dewasa, lanjut usia (lansia) dan anak-anak, sehingga terpaksa di evakuasi di Kantor Polres Lombok Timur. Meskipun indikasi akan adanya kekerasan dan penyerangan ini sudah dilaporkan oleh komunitas Muslim Ahmadiyah sejak Maret 2018 kepada aparat kepolisian, namun sangat disayangkan mengapa aparat keamanan setempat tidak berhasil mencegah aksi-aksi intoleransi ini.
Komnas Perempuan mencatat penyerangan terhadap Jemaat Ahmadiyah di NTB terjadi sejak 20 tahun yang lalu (Oktober 1998), dan terus berlangsung dengan tingkat eskalasi tinggi yang berujung pada pengusiran di tahun 2005 hingga tahun 2006, sehingga memaksa Jemaat Ahmadiyah mendiami pengungsian di Transito dan Praya. Mereka menjadi korban atas tindakan kelompok-kelompok intoleran yang tidak hanya melakukan penyerangan secara fisik seperti perusakan tempat ibadah, penghancuran rumah, pengusiran, pemukulan bahkan pembunuhan, tetapi juga kekerasan non-fisik seperti pelarangan beribadah, penyegelan tempat ibadah, caci-maki dan berbagai tindakan pelecehan seksual. Bahkan sampai saat ini dua tempat pengungsian bagi Jemaat Ahmadiyah yaitu Transito dan Praya menjadi tempat pengungsian panjang yang pernah terjadi di Indonesia (2006-sekarang). Artinya sudah 12 tahun Jemaat Ahmadiyah di NTB menjadi pengungsi di Transito karena ketidakpastian jaminan keamanan dan perlindungan sebagai warga negara. Atas kondisi tersebut 5 lembaga yaitu 3 Lembaga Nasional HAM (Komnas HAM, Komnas Perempuan KPAI), LPSK, dan ORI telah merekomendasikan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.
Berdasarkan pemantauan Komnas Perempuan terhadap berbagai kasus Ahmadiyah di NTB, dan juga yang terjadi di wilayah lainnya di Indonesia seperti di Manis Lor (Jawa Barat), Cikeusik, Bekasi, dan NTB, aksi-aksi intoleransi terhadap kelompok minoritas agama ini menimbulkan dampak yang berkepanjangan buat kehidupan perempuan. Meskipun korban laki-laki juga mengalami kesengsaraan dan penderitaan yang sama, namun perempuan berhadapan dengan kerentanan khusus akibat peran gender yang dimainkannya baik dalam perannya sebagai perempuan, istri, ibu dan sebagai anggota masyarakat.
Pengalaman para perempuan dari minoritas agama, termasuk didalamnya Ahmadiyah didokumentasi dalam beberapa laporan, antara lain dalam "Laporan Pelapor Khusus Komnas Perempuan tentang Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Perempuan dalam Konteks Pelanggaran Hak Konstitusional Kebebasan Beragama/ Berkeyakinan (2014)". Kekerasan terhadap perempuan karena konflik berbasis keyakinan, diantaranya:
Berbagai kondisi di atas, tidak bisa dilepaskan dari kebijakan maupun pembiaran kebijakan yang langsung atau tidak langsung yang mengukuhkan diskriminasi, salah satunya PNPS No.1 tahun 1965, (SKB) Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung (Nomor 3 Tahun 2008, Nomor KEP-033/A/JA/6/2008, Nomor: 199 Tahun 2008) tentang peringatan dan perintah kepada penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah untuk tidak menyebarkan ajaran mereka ke masyarakat. Pasca SKB tersebut, puluhan peraturan daerah bermunculan untuk melarang kegiatan Jemaat Ahmadiyah di berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu dipersubur dengan berbagai pandangan keagamaan atau ujaran penyesatan yang memperburuk intoleransi dan kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah. Akibatnya, penyerangan, pelarangan tempat ibadah dan kekerasan terus-menerus terjadi.
Kasus penyerangan terhadap komunitas Jemaat Ahmadiyah di Lombok Timur ini menambah potret buram situasi kehidupan keagamaan yang diwarnai oleh kekerasan dan tindakan intoleransi. Peristiwa ini seharusnya dapat diantisipasi segera oleh Pemerintah Daerah dan Aparat Keamanan, mengingat ancaman penyerangan dan diskriminasi yang terus berlangsung di NTB pada Jemaat Ahmadiyah. Untuk itu, Komnas Perempuan menyatakan sikap:
Narasumber:
Imam Nahe’i, Komisioner (0823-3534-6591)
Khariroh Ali, Komisioner (081284659570)
Magdalena Sitorus, Komisioner (0811-8357-49)
Link unduh dokumen :