Jakarta, 30 Oktober 2018
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan turut berbela sungkawa atas hilangnya satu nyawa perempuan pekerja migran yang berhadapan dengan hukum di Arab Saudi. Tuti Tursilawati, dieksekusi tanggal 29 Oktober 2018, setelah tahun 2010 didakwa membunuh majikannya.
Kasus Tuti Tursilawati adalah kasus yang penuh dengan persoalan kekerasan berbasis gender, dimana dia korban dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), berjuang menjadi migran untuk menopang ekonomi keluarganya, berangkat bermigrasi dalam suasana batin yang terluka, bekerja dengan majikan yang menurut penuturan keluarga, Tuti mengalami pelecehan seksual oleh majikan, dan ekspresi kekerasannya merupakan akumulasi kemarahan maupun pertahanan yang dapat dia lakukan. Kasus Tuti dalam proses hukum di Arab Saudi, dikategorikan sebagai pelanggaran had yang dianggap sebagai Hukum Tuhan dengan dakwaan pembunuhan berencana, dan tidak bisa dinegosiasi menjadi kasus qisas yang dapat dimaafkan atau dibayar dengan denda.
Pada tahun 2016, Komnas Perempuan memantau tentang dampak hukuman mati pada pekerja migran dan keluarganya, termasuk bertemu dengan keluarga Tuti. Komnas Perempuan menemukan bahwa dampak menanti hukuman mati bagi keluarga Tuti Tursilawati diantaranya adalah: Ayah Tuti menderita sakit jantung, berhenti bekerja sebagai juru kunci, selalu merasa bersalah dan saling menyalahkan antar keluarga tentang kenapa dibolehkan bermigrasi. Ibu Tuti mengalami stigma sosial, isolasi diri hingga pengajian pun hanya dilakukan di dalam rumah, trauma menonton TV, menjadi sasaran eksploitasi oknum yang berjanji akan menyelamatkannya, takut kepada media dikarenakan khawatir sikap atau pernyataan keluarga yang ter-ekspos di media akan menghambat upaya pemaafan. Komnas Perempuan berupaya membuka akses kesehatan bagi ayah Tuti kepada Bupati Majalengka, agar memberi dukungan atau akses layanan kesehatan bagi ayah Tuti yang saat itu menderita jantung (saat ini sudah meninggal) .
Temuan lain dalam pemantauan tersebut, bahwa dampak hukuman mati pada migran dan keluarganya adalah: terjadinya pemiskinan karena hilangnya harta benda untuk penyelamatan anggota keluarga yang terancam hukuman mati, sejarah terdakwa sudah dimatikan sebelum kematian biologis untuk menghadapi situasi buruk sebagai survival keluarga, keluarga sakit-sakitan dan meninggal lebih awal, terjadi konflik keluarga karena saling menyalahkan, merasa bersalah akibat tidak mampu melindungi, trauma pada beberapa alat yang dapat memicu (seperti trauma ketika melihat pisau, marah dengan wajah ras/ etnis tertentu), mengalami gangguan kejiwaan, dijadikan alat politisasi untuk Pemilihan Desa (Pildes), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hingga pencitraan pejabat. Mereka juga ada yang terlilit hutang karena bantuan rumah seorang pejabat yang dananya tidak cukup untuk menuntaskan pembangunan rumahnya.
Merespon eksekusi terhadap Tuti Tursilawati dan hukuman mati secara umum, maka Komnas Perempuan menyatakan sikap kepada pihak-pihak terkait dibawah ini:
Kontak Narasumber:
Imam Nahei, Komisioner (082335346591)
Sri Nurherwati, Komisioner (081381448370)
Taufiek Zulbahary, Komisioner (0812-1934-205)