TerbitnyaPeraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili PerkaraPerempuan Berhadapan Dengan Hukum menjadi titik terang bagi korban di tengah stagnannya upaya pembaharuan hukumacara pidana. PERMA 3/2017 menjadi salah satu langkah percepatan integrasiSistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan(SPPT-PKKTP) dalam hukum acara peradilan pidana dan memastikan tidak adanyadiskriminasi berdasarkan gender dalam praktik peradilan di Indonesia.
Peraturan inisejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk DiskriminasiTerhadap Perempuan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999tentang Hak Asasi Manusia, dan Pedoman Umum Bangkok Bagi Para Hakim dalamMenerapkan Perspektif Gender di Asia Tenggara serta peraturanperundang-undangan lain terkait dengan kekuasaan kehakiman dan pengadilan.
Setelah 4tahun sejak diterbitkan, Komnas Perempuan memandang penting untukmelakukan kajian sejauhmana Penerapan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017—sebagai bagian yang integral dari upaya percepatan pengintegrasianSPPT-PKKTP dalam hukum acara peradilan pidana dan memastikan tidak adanyadiskriminasi berdasarkan gender dalam praktik peradilan di Indonesia. Secara spesifik, kajian ini bertujuan untuk menggambarkan danmenjelaskan tentang bagaimana sosialisasi PERMA Nomor 3 Tahun 2017 dilakukandan bagaimana penerapan isi PERMA dari perspektif hakim dan pendamping di limawilayah implementasi SPPT-PKKTP, yaitu Kepulauan Riau, KalimantanTengah, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Maluku.