Menghapus Kekerasan Pada Perempuan Dengan Kesetaraan

todayJumat, 10 Desember 2021
10
Des-2021
638
0

Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu tindakanyang berakar pada konstruksi sosial yang menempatkan perempuan sebagai sub kordinat.Hal tersebut melatarbelakangi terlaksananya webinar pada Jum’at 10 Desember2021. Dalam acara ini pun menampilkan 6 karya seni oleh Sogik P. Yoga berjudul“Darah dan Cinta” serta menampilkan Tari “Undamaged”oleh Atiek Widyawati sebagai visualisasi kekerasan terhadap perempuan. Diharianti kekerasan pada perempuan di dunia, jika di ingat kembali, Komnas Perempuanlahir dari tragedi Mei 1998, di mana ditengah peristiwa kerusuhan pada masa ituterjadi banyak kekerasan seksual terhadap perempuan dan memunculkan doronganpublik agar negara bertanggung jawab.

Andy Yentriyani menjelaskan bahwa tercatat oleh KomnasPerempuan kasus kekerasan mengalami peningkatan dua kali lipat dari tahunsebelumnya yaitu sebanyak 4.500 kasus hingga September 2021. Pada tahun 2020adanya peningkatan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) pada tahun 2020 hingga tiga kali lipat dan palingbanyak berbentuk revenge porn.Kriminalisasi yang masih terjadi kepada penyintas KDRT dan kekerasan seksualmasih terjadi hingga tahun 2021 pada penanganan kasus begitu pula dalam lingkupmasyarakat termasuk pendamping korban kekerasan.

Alasan kesulitan perempuan korban untuk mendapatkankeadilan menjadi dasar pemikiran untuk merancang RUU TPKS. Selain itu, belumadanya identifikasi khusus pada kasus pembunuhan perempuan karena dirinyaperempuan ataupun karena konstruksi sosial yang mengobjektifikasi perempuanyang disebut sebagai femisida (femicide).Namun, peningkatan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan diperparahkarena tidak sebanding dengan kapasitas penanganan. Darurat kekerasan seksualbukan hanya persoalan peningkatan angka kekerasan seksual maupun soal kompleksdan semakin ekstrimnya kasus itu tapi justru karena daya penanganannya yangbelum memadai di seluruh wilayah.

Prof. Sulityowati Irianto menambahkan bahwa Indonesiamembutuhkan instrument hukum yangmelindungi perempuan dari kekerasan, namun pada praktiknya justru banyakkebijakan daerah yang diskriminatif yang berlawanan dengan kebutuhanmasyarakat. Literasi hukum masyarakat Indonesia pun masih kurang sehinggaterdapat banyak problematika dalam proses pembuatan produk hukum.

Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 ditanggapi olehProf. Sulistyowati Irianto bahwa masyarakat masih banyak miskonsepsi terkaitisi dari Peraturan Menteri tersebut. Beliau menegaskan bahwa kekerasan seksualterjadi karena ketiadaan persetujuan (consent)dan relasi kuasa dan dua unsur tersebut yang perlu ditekankan dalam rangkamenghapus kekerasan seksual. Normalisasi kekerasan seksual terjadi karenamasyarakat kurang peka terhadap isu-isu kekerasan yang dialaminya sehingga menghambatproses penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuanmenambahkan bahwa sikap masyarakat merupakan penopang terbaik dari pemulihankorban dan akses keadilan bagi korban kekerasan.

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-12345
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan Build 2 (29.06.2025)