PadaRabu, 6 Oktober 2021, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan bertemudengan MenteriPendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia: H. TjahjoKumolo, S.H. Komnas Perempuan diwakilkan oleh Andy Yentriyani (Ketua), MariaUlfah Anshor (Komisioner), Lily Danes (Sekjen) serta dua orang Badan Pekerja.Sedangkan Menteri Tjahjo Kumolo ditemani oleh Rini Widyantini (Deputi bidangKelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB), Rakhmad Setyadi (Staf KhususMenteri bidang Penanganan Antikorupsi), Saifudin Latief (Staf Khusus bidangPelayanan Publik dan Umum).
Pada pertemuan ini, Komnas Perempuanmenyampaikan beberapa rekomendasi untuk Usulan Perubahan Terbatas PeraturanPresiden No.65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadapPerempuan & Peraturan Presiden No132 Tahun 2017 tentang Honorarium Komnas Perempuan. Urgensiperubahan Perpres 65 Tahun 2005 sangat mendesak, karena kasus kekerasanterhadap perempuan bertambah dan semakin kompleks. Jumlah kasus pengaduanlangsung ke Komnas Perempuan pun semakin meningkat dari sebelum pandemi Covid-19 sebesar 1419 kasus (2019) dan selama pandemi Covid meningkat 2389 kasus (2020) dan 2592 kasus (Januari-Juli2021). Pada kondisi inilah, maka penanganan pengaduan Komnas Perempuan padatahun 2022 akan mengalami kegentingan,terkait dalam hal: 1) Pengaduan (Terjadi kenaikan pengaduan 68% hingga akhir September 2021, sejumlah 4.272kasus, sehingga tahun 2022 diperkirakan akan menerima pengaduan sebanyak 3x daritahun 2020); 2) Daya respon (Sampai saat ini hanya tersedia 1 staf & 7relawan paruh waktu, sehingga diperkirakan kapasitas ini hanya mampu menanganipengaduan sebesar 35% di tahun 2022); 3) Anggaran (Dana alokasi yang terbatashanya dapat menopang 15% kebutuhan penangan pengaduan); 4) Rujukan (KomnasPerempuan sesuai dengan mandatnya tidak melakukan pendampingan kasus satu persatu, melainkan mekanisme rujukan dengan mitra. Diperkirakan 90% mita akanmengalami kewalahan karena sumber daya yang terbatas).
Salah satu perubahan terbatas yang terteradalam pasal di Perpres 65 tahun 2005 yang diusulkan perubahannya terdapat diPasal 16, Ayat 5 yang menyatakan: “Jumlah Staf Pelaksana di lingkungan KomisiNasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan secara keseluruhan paling banyak 15(lima belas) orang. “Oleh karenanya, kerja-kerja yang dilakukan oleh KomnasPerempuan tidak akan maksimal kalau staf pelaksananya hanya 15 orang,“ kataAndy Yentriyani. Komnas Perempuan pun mengusulkan perubahannya menjadi “JumlahStaf Pelaksana di lingkungan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuanditetapkan oleh Sekretaris Jenderal setelah mendapat persetujuan tertulis dariMenteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.”
Usulanperubahan pada Pasal Perpres 65/ 2005 juga termasuk penyetaraan (penambahanpasal) untuk penyetaraan pada posisi Komisi Paripurna dan Sekretaris Jenderaldengan pejabat negara lainnya. Ketentuan penambahan penyetaraan untukSekretaris Jenderal terdapat di Pasal 17 A, sedangkan untuk Komisi Paripurna diPasal 13 A
KomnasPerempuan juga menyampaikan jumlah kebutuhan minimal Staf/ Badan Pekerja KomnasPerempuan. Pada Perpres 65/2005 jumlah Badan Pekerja Komnas Perempuan sebanyak45 orang, sedangkan pada kondisi eksisting saat ini jumlahnya sebanyak 91orang. Komnas Perempuan pun memiliki proyeksi bila kebutuhan Badan Pekerjaminimal selama 3 tahun ke depan adalah sebesar 191 orang.
Pada tanggal 4 Oktober 2019, Komnas Perempuan juga pernah bertemudengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara danReformasi Birokrasi Indonesia yang telah mengirimkan surat kepada SekretariatNegara perihal penambahan Badan Pekerja dari 45 menjadi 95 orang. Pascapertemuan tersebut ada diskusi lebih lanjut, Komnas Perempuan pun telah menyampaikanjawabannya, seperti penambahan fungsi mediasi dirasakan tidak perlu, karenanantinya akan menyebabkan ketidakefektifan termasuk akan membuat tumpang tindihperan dengan kementerian, terutama dengann Kementerian Pemberdayaan Perempuandan Perlindungan Anak. Tentang mediasi, maka jika tidak diperintahkan oleh UUtertentu pelaksanaan fungsi mediasi oleh Komnas Perempuan akan tidak efektif,tertutama adanya rekomendasi CEDAW dan peran NHRI pada Komnas Perempuan. Selain pembahasanmengenai hal tersebut, Komnas Perempuan juga memilih opsi pilihan utama akan menjadi Satker Mandiri denganmasa transisi bersama Komnas HAM.
Tjahjo Kumolo pun menyatakan apresiasinyaterhadap kerja-kerja Komnas Perempuan dan mengusulkan, “Kita fokus dulu distruktur yang mana saja yang diperlukan di Sekretariat Negara maupun diKementerian Keuangan, selanjutnya melakukan lobby.”
Menteri PendayagunaanAparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia juga meminta kepada RiniWidyantini (Deputi bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB) untukmenindaklanjuti yang telah disampaikan dari pertemuan ini. Termasuk melakukan koordinasilintas kementerian/ lembaga dan Komnas Perempuan turut dilibatkan pada setiappertemuan tersebut.
Padapertemuan ini, Komnas Perempuan turut menyampaikan pertemuan yangpernah dilakukan bersama Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan). MenteriKeuangan menyampaikanpenambahan anggaran dapat dilakukan bila telahdilakukan revisi terhadap Perpes 65/ 2005. Hal ini pun sejalan dengan dukungandari Presiden Joko Widodo agar alokasi anggaran bagi KomnasPerempuan semuanya dari APBN *)