Pada HariSelasa, tanggal 12 Oktober 2021, Pimpinan dan Komisioner Komnas Perempuan, AndyYentriyani, Olivia Salampessy, Imam Nahei, Dewi Kanti, Alimatul Qibtiyah,Veryanto Sitohang bersama Badan Pekerja Gugus Kerja Perempuan dan Kebhinnekaanmelakukan audiensi bersama Menteri Agama Republik Indonesia: Yaqut CholilQoumas. Dalam pertemuan tersebut Komnas Perempuan menyampaikan beberapa isupenting berkaitan dengan pemenuhan hak-hak kelompok minoritas agama dankeyakinan, penanganan intoleransi berbasis agama dan keyakinan, pencegahanradikalisme di lingkungan pendidikan serta pencegahan dan penanggulangankekerasan seksual di perguruan tinggi keagamaan (PTK).
Isu-isu yangdisampaikan kepada Menteri Agama dan jajarannya didasarkan pada laporan danpengaduan perempuan korban intoleransi, termasuk temuan Komnas Perempuan adanyakebijakan-kebijakan diskriminatif baik di tingkat pusat maupun daerah yangmeliputi pembatasan kebebasan beragama dan berkeyakinan, kriminalisasi terhadapperempuan, pembatasan kebebasan berekspresi melalui penyeragaman busana baik dilingkungan pendidikan maupun layanan publik, serta pembatasan jam malam bagiperempuan yang keseluruhannya menjadikan perempuan mengalami kerentananberlapis. Komnas Perempuan juga menyampaikan peran Komnas Perempuan dalamRencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Ekstrimisme Berbasis KekerasanYang Mengarah pada Terorisme (RAN PE). Kerjasama Komnas Perempuan bersamaPerguruan Tinggi Keagamaan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksualsebagai tindak lanjut dari MoU antara Komnas Perempuan dan Kementerian Agamajuga menjadi topik yang disampaikan dalam pertemuan tersebut.
Dilaporkankepada Menteri Agama, bahwa hingga saat ini telah ada 11 perguruan tingginegeri yang mengeluarkan SK Rektor serta Standar Operasional untuk Pencegahandan Penanganan Kekerasan Seksual (SOPPKS) di lingkungan perguruan tinggi.Menanggapi informasi yang disampaikan Komnas Perempuan, Menteri Agama meresponsecara positif dan berharap dapat bekerjasama dengan Komnas Perempuan mencarisolusi atas masalah yang dipaparkan. Secara khusus Menteri Agama menyampaikanbahwa tahun 2022, Presiden melalui Kementerian Agama mencanangkan tahun 2022sebagai Tahun Toleransi. Kesempatan ini diharapkan menjadi momentum untukmendorong situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan menjadi lebih baik.
Menteri agamajuga mengingatkan bahwa pemenuhan hak-hak konstitusional setiap warga negaratermasuk pemenuhan hak adminduk menjadi hak yang harus segera dipenuhi negaratanpa melihat latar belakang agama, keyakinan maupun identitas lainnya.Kementerian Agama juga berkomitmen untuk mendorong bagaimana seluruh perguruantinggi keagamaan memiliki mekanisme pencegahan dan penanganan segala bentukkekerasan terhadap perempuan khususnya kekerasan seksual. Di sisi lainkementerian agama juga berupaya bagaimana intoleransi berbasis agama dankeyakinan yang kerap dialami kelompok minoritas dapat dicegah dan ditanganidengan baik *)